Pada tahun 2015, jumlah pengguna internet akan melewati angka 3 miliar pengguna, dengan penetrasi 42.4% dari total populasi di seluruh dunia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh eMarketer, Indonesia akan memiliki jumlah pengguna internet pada angka 93.4 juta pengguna pada tahun 2015, atau peringkat ke enam dunia. Lembaga riset IDC memperkirakan pertumbuhan tahunan pada layanan data di Asia Pasifik yang dapat mencapai 19.3% dalam kurun waktu tahun 2012 sampai 2017. IDC menjabarkan bahwa hal ini diakibatkan oleh penetrasi smartphone dengan harga terjangkau, pemerataan jaringan 3G dan implementasi 4G LTE, serta perilaku pengguna dalam penggunaan aplikasi dari pemain OTT (Over The Top) yang meningkat. Sejauh ini, di Indonesia kehadiran OTT masih menjadi permasalahan yang belum mendapatkan solusi dan sulit dituntaskan. Untuk mengatasi polemik OTT versus operator, sinergi bisnis dapat menjadi solusi bertahannya operator seluler, dengan berbagai bentuk sinergi. Berdasarkan penjabaran tersebut, perlu digambarkan model bisnis OTT untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai aspek – aspek pembentuk bisnis OTT, sehingga dapat menjadi pertimbangan regulasi untuk menyikapi OTT.
Penelitian ini memiliki fokus untuk memberikan gambaran model bisnis layanan OTT melalui perspektif operator telekomunikasi bergerak seluler di Indonesia, sehingga diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam menciptakan regulasi yang mengatur hubungan operator dan OTT.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, dikarenakan penulis bertujuan untuk mengetahui fenomena OTT services beserta maknanya dengan lebih mendalam secara deskriptif.
Hasil temuan menunjukkan bahwa pada layanan OTT, nilai layanannya yang gratis dengan berbagai macam utilitas sukses menarik segmen pasarnya yang berupa pengguna internet sehari-hari, yang tidak memerlukan hubungan pelanggan yang spesifik. Pelanggan dapat dimonetisasi melalui fasilitas didalam aplikasi, sementara untuk segmen perusahaan ataupun pengiklan difasilitasi layanan terotomatisasi. Setiap segmen menghasilkan pemasukan dari payment revenue dan ad revenue Keseluruhan interaksi ini terjadi melalui media berbasis internet, seperti mobile app, website, dan desktop app, serta SMS. Dengan sumber daya yang berfokus pada platform, maka biaya dan aktivitas yang timbul pun akan berkisar pada pengembangan dan pemeliharaan platform itu sendiri. OTT memerlukan infrastruktur telekomunikasi dan agar bisnisnya dapat berjalan, namun hal ini disediakan oleh operator telekomunikasi, sehingga tidak perlu dimiliki, namun tetap sangat penting. OTT juga difasilitasi oleh penyedia jasa pembayaran yang akan menjembatani payment atas jasa OTT tertentu.
Berdasarkan sudut pandang operator telekomunikasi bergerak seluler di Indonesia, layanan OTT dapat dikategorikan dalam pola model bisnis freemium dan multi-sided platform. Freemium merupakan konsep bisnis dimana pelanggan mendapatkan fasilitas dasar secara gratis, namun harus membayar untuk fasilitas lain, sedangkan multi-sided platform konsep yang mempertemukan dua atau lebih kelompok pelanggan berbeda namun saling membutuhkan. Saran untuk regulator adalah pengaturan kolaborasi, pendirian pusat data, pengelompokkan layanan OTT, dan edukasi bagi masyarakat mengenai layanan OTT.
Kata Kunci : Model Bisnis; Over-The-Top Services; Business Model Canvas; Regulasi