Tingginya antusiasme masyarakat Bandung terhadap kesenian, yang tercermin dari bertumbuhnya sanggar dan komunitas seni lokal, belum diiringi dengan keberadaan fasilitas teater yang mampu menunjang kebutuhan pertunjukan secara optimal. Menjawab tantangan tersebut, perancangan teater baru yang modern, fungsional, dan berbasis kebutuhan nyata masyarakat menjadi sangat mendesak. Proses perancangan ini mengadopsi pendekatan Human-Centered Design (HCD), yang menempatkan manusia sebagai pusat dari seluruh proses desain. Melalui tahapan empati, perumusan masalah, ideasi, pembuatan prototipe, hingga pengujian, pendekatan ini menggali secara mendalam pengalaman dan aspirasi pengguna utama seperti seniman, penonton, dan pengelola. Hasilnya, desain teater tidak hanya memenuhi fungsi teknis dan estetika, tetapi juga mampu menciptakan ruang yang inklusif, nyaman, dan berkelanjutan. Lebih dari itu, pendekatan HCD memastikan bahwa rancangan selaras dengan konteks sosial-kultural Bandung, khususnya dalam menggali potensi kawasan Kiaracondong sebagai pusat seni yang dinamis dan partisipatif. Dengan demikian, teater ini diharapkan menjadi ruang budaya yang hidup, membina koneksi antara masyarakat dan kesenian secara mendalam serta berkesinambungan.