Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk memprediksi masalah keuangan dan potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Dalam penelitian ini, digunakan beberapa metode konvensional, antara lain metode Altman yang dikenal dengan Z-Score, metode Springate yang disebut dengan S-Score, metode Zmijewski yang dikenal dengan X-Score, metode Grover yang disebut dengan G-Score, serta metode Taffler yang dikenal dengan T-Score. Metode-metode tersebut dirancang untuk mengukur kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan pada perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat akurasi dari masing-masing model prediksi kegagalan keuangan ketika diterapkan pada perusahaan manufaktur dan ritel. Sampel penelitian terdiri dari 10 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2020 hingga 2023, yang mencakup 6 perusahaan manufaktur dan 4 perusahaan ritel. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perusahaan manufaktur, metode Springate memberikan tingkat prediksi kebangkrutan tertinggi dengan tingkat akurasi sebesar 96%. Sebaliknya, metode Taffler mengindikasikan bahwa 92% perusahaan berada dalam kondisi aman. Sedangkan pada kelompok perusahaan ritel, metode Taffler menunjukkan bahwa seluruh perusahaan (100%) berada dalam zona aman, sementara metode Springate memprediksi bahwa 75% perusahaan mengalami kondisi kebangkrutan.
Selain itu, metode-metode konvensional ini memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut menggunakan pendekatan machine learning. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis juga membangun model prediksi berbasis machine learning, dengan menggunakan metode Zmijewski sebagai acuan ground truth untuk menilai hasil klasifikasi model yang dibangun.