CV XYZ adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi spare part mesin industri. Tujuan produksi spare part dilakukan guna mengantisipasi kerusakan atau kekurangan pada mesin selama proses produksi berlangsung, sehingga apabila terdapat komponen yang tidak dapat berfungsi di tengah proses produksi dan kebutuhan spare part sudah terpenuhi, maka kerusakan dapat diatasi dengan cepat. Dalam proses produksinya, pada lini produksi nozle wafer stick menunjukkan adanya ketidaktercapaian target produksi. Berdasar hasil observasi, wawancara, dan identifikasi fishbone yang dilakukan, salah satu penyebab permasalahan tersebut adalah adanya kerusakan atau downtime pada mesin turret milling. Downtime yang terjadi sebesar 7552 menit. Faktor terjadinya downtime pada mesin turret milling adalah terdapat kerusakan komponen mesin sehingga memerlukan tindakan perbaikan seperti penggantian komponen yang rusak dan pemberian pelumasan. Diketahui bahwa komponen dengan frekuensi pergantian dan kerusakan tertinggi pada tahun 2023 terdapat pada end milling. Dalam sistem pemeliharaan mesin, CV XYZ menggunakan metode corrective maintenance yang memiliki arti bahwa kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin akan dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan pada peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, maka dilakukan perhitungan nilai efektivitas penggunaan mesin dengan menggunakan metode OEE (Overall Equipment Effectiveness). Hasil perhitungan kondisi aktual sebesar 62% dan target standar internasional sebesar 85%. Nilai yang mempengaruhi rendahnya nilai OEE diantaranya availability rate sebesar 93%, performance efficiency sebesar 68%, dan quality rate sebesar 98%. Hal ini menunjukkan performa mesin yang rendah dan butuh dilakukan tindakan maintenance. Ketidaktercapaian nilai OEE tersebut dianalisis dengan menggunakan metode six big losses dan ditemukan kerugian terbesar terdapat pada reduce speed losses sebesar 29%. Diikuti dengan nilai kerugian yang lain yaitu idling and minor stoppages, yaitu dengan rata-rata sebesar 23%, equipment failure loss dengan rata-rata sebesar 7%, setup and adjustment dengan rata-rata sebesar 6%, defect losses rata-rata sebesar 1% , dan reduce yield loss sebesar 0%. Kerugian ini terjadi ketika menunggu atau memberhentikan mesin sementara. Upaya untuk meningkatkan kecepatan operasi dan mengurangi gangguan kecil dapat memberikan peningkatan signifikan dalam efisiensi produksi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diterapkan metode Total Productive Maintenance (TPM) dengan penerapan penerapan planned maintenance melalui pembuatan penjadwalan dan autonomous maintenance melalui pemeliharaan kondisi mesin menggunakan check sheet berstandar Cleaning Lubricating, Inspection, dan Tightening (CLIT). Dilakukan perhitungan dengan metode age replacement, diperlukan nilai Time to Repair (TTR) dan Time to Failure (TTF) untuk mentukan distribusi yang digunakan. Pada mesin turret milling, diperoleh index of fit dengan menggunakan metode least-square curve-fitting yaitu pemilihan distribusi berdasar pada koefisien korelasi terbesar. Nilai TTR dan TTF menggunakan distribusi weibull dengan nilai korelasi masing-masing yaitu 0.986 dan 0.963. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian kesesuaian distribusi, maka diperoleh bahwa nilai P-value pada mesin turret milling berdistribusi weibull adalah bernilai 0.150 > 0.05, maka data benar berdistribusi weibull. Nilai P-value pada mesin turret milling berdistribusi weibull adalah bernilai 0.150 > 0.05, maka data benar berdistribusi weibull, sehingga diperoleh hasil rancangan penjadwalan dengan waktu pemeriksaan dan penggantian komponen mesin setiap 111 jam & 180 jam. Berdasarkan nilai availability yang diperoleh dari perhitungan menggunakan age replacement, maka diperoleh nilai availability sebesar 98.78%. Kata kunci: OEE, Six Big Losses, TPM, Age Replacement