Teknologi berkembang secara cepat dan tidak dapat dihindari oleh manusia. Manusia yang hidup pada era smartphone secara langsung maupun tidak langsung dipaksa untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Salah satu teknologi yang lahir adalah Metaverse yang merupakan dunia virtual dimana manusia dapat melakukan interaksi satu sama lain dalam sebuah perangkat lunak tiga dimensi yang biasa dikenal sebagai Mixed Reality. Didalam Mixed Reality kita dapat melakukan banyak hal dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan khususnya perusahaan dalam menjalankan bisnisnya khususnya untuk industri kreatif. Namun tentu pemanfaatan Mixed Reality tidak dapat dilakukan tanpa adanya proses yang tepat oleh calon pengguna.
Ketika sebuah inovasi dikomunikasikan melalui beberapa saluran dengan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial, hal ini disebut sebagai teori Diffusion of innovations. Di Indonesia inovasi Mixed Reality saat ini belum begitu dikenal oleh masyarakat dan hanya sedikit pengusaha yang mengerti dan mengenal Mixed Reality secara menyeluruh. Diffusion of innovations menjelaskan 5 tahap dalam penerapan sebuah inovasi. Teori ini mendefinisikan tahapan dimana mereka dihadapkan pada dua pilihan, adopsi atau penolakan.
Pada Penelitian ini penulis akan menggunakan metode kualitatif dengan mengobservasi variabel yang terkait dengan adopsi teknologi. Penelitian ini dilakukan dengan mengolah data dengan cara melakukan interview kepada sebuah komunitas yang pernah menggunakan teknologi baik yang berhubungan langsung dengan Mixed Reality.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa MR menawarkan manfaat signifikan seperti efisiensi biaya, peningkatan produktivitas, dan simulasi realistis, terutama di sektor medis dan pendidikan, dengan produk seperti Apple Vision Pro mendukung potensi adopsi luas. Meskipun MR sedang bertransisi ke adopsi lebih luas, harganya yang tinggi dan kompleksitas penggunaannya masih menjadi hambatan utama. Tantangan ini meliputi kebutuhan infrastruktur yang memadai dan pelatihan yang efektif. Adopsi MR juga dipengaruhi oleh minat pengguna yang meningkat ketika teknologi ini digunakan oleh orang lain, dengan pengurangan biaya dan peningkatan aksesibilitas diharapkan dapat memperluas adopsi. Lead user seperti creative directors dan CIOs memiliki peran penting dalam mempercepat adopsi MR, dengan dukungan pemerintah dan pengurangan hambatan adopsi sebagai faktor kunci. Niat untuk menggunakan MR dipengaruhi oleh manfaat jangka panjang, pengalaman positif, dan relevansi konten, sehingga promosi yang melibatkan kelompok populer dan akses infrastruktur yang memadai sangat penting untuk meningkatkan adopsi.
Kata Kunci: Adopsi Teknologi, Diffusion of Innovations, Early Adopters, Innovators, Indonesia, Intention to Use, Mixed Reality, Personal Innovativenes