CV XYZ adalah perusahaan yang bergerak di industri tekstil dimana perusahaan tersebut memproduksi sarung tenun. Proses produksi sarung tenun di CV XYZ terdiri dari enam proses yaitu proses hani, proses nyusuk, proses pemintalan benang pakan, proses tenun, proses penjahitan serta proses inspeksi dan packing. Proses utama dalam memproduksi sarung tenun dilakukan pada proses tenun. CV XYZ menggunakan alat tenun mesin (ATM) pada proses tenun. Berdasarkan data produksi sarung tenun periode Januari 2020 hingga April 2021, diketahui bahwa sering terjadi cacat akibat proses tenun karena jumlah produk cacat yang tinggi pada proses tersebut dibandingkan proses lainnya. Pada data produksi sarung tenun periode Januari 2020 hingga April 2021 diketahui pada proses tenun terdapat jenis cacat permukaan sarung tenun berkerut sebanyak 280 pcs produk. Jumlah tersebut merupakan jumlah tertinggi dibandingkan proses lainnnya yaitu pada proses hani terdapat jenis cacat corak sarung tenun tidak sesuai sebanyak 55 pcs produk, pada proses penjahitan terdapat jenis cacat sisa benang jahit neci sebanyak 163 pcs produk, serta pada proses inspeksi dan packing terdapat jenis cacat sarung tenun kotor sebanyak 118 pcs produk. Sedangkan pada proses nyusuk tidak terdapat jenis cacat apapun. Cacat tersebut dapat terjadi akibat tidak terpenuhinya CTQ proses pada setiap tahapan proses pada masing-masing proses yang ada.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut digunakan metode DMAI yang terdiri dari define, measure, analyze, dan improve. Tahap define dilakukan dengan mengidentifikasi CTQ dari produk sarung tenun, proses-proses yang ada pada produksi sarung tenun, CTQ dari proses produksi sarung tenun sehingga dapat diketahui permasalahan yang terjadi pada proses produksi sarung tenun. Tahap measure terdiri dari perhitungan stabilitas proses berdasarkan data produksi sarung tenun periode Januari 2020 hingga April 2021 serta dilakukannya perhitungan kapabilitas proses untuk mengetahui nilai sigma eksisting dari proses produksi sarung tenun di CV XYZ. Tahap analyze dilakukan dengan menganalisis akar masalah yang terjadi pada proses produksi sarung tenun menggunakan tools berupa cause-effect diagram (fishbone diagram), analisis 5 Why’s, dan penilaian risiko dengan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk menentukan akar masalah yang akan diatasi pada tahap selanjutnya. Pada tahap improve, dilakukan perancangan usulan guna meminimasi cacat pada produksi sarung tenun berdasarkan risk priority number (RPN) yang terdapat pada FMEA. Usulan perancangan yang dibuat adalah penjadwalan preventive maintenance untuk mesin tenun. Perancangan tersebut dibuat guna meminimasi cacat yang terjadi pada proses tenun. Perancangan penjadwalan preventive maintenance untuk mesin tenun dilakukan dengan perhitungan nilai Mean Time to Failure (MTTF) dan nilai Mean Time to Repair (MTTR) sebagai metode untuk preventive maintenance.
Hasil perhitungan dari nilai Mean Time to Failure (MTTF) adalah sebesar 17,29 hari dan hasil perhitungan dari nilai Mean Time to Repair (MTTR) adalah sebesar 3,10 jam. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pelaksanaan preventive maintenance harus dilakukan sebelum 17,29 hari dari kerusakan terakhir untuk menghindari kerusakan lainnya dan preventive maintenance dilakukan selama 3,10 jam. Hasil perancangan penjadwalan preventive maintenance kemudian diverifikasi untuk dilihat kesesuaiannya dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap hasil rancangan berupa penjadwalan preventive maintenance untuk mesin tenun. Hasil rancangan tersebut diharapkan dapat menurunkan jumlah cacat pada proses tenun sebesar 75% dari jumlah cacat pada proses tenun dan secara keseluruhan proses produksi mampu menurunkan jumlah cacat dari 616 pcs produk menjadi 406 pcs produk. Dengan menurunnya jumlah cacat, nilai sigma juga akan meningkat dimana sebelumnya bernilai 3,985 sigma dan diharapkan akan meningkat menjadi 4,094 sigma.
Kata Kunci: Sarung tenun, DMAI, Proses Tenun, CTQ, Preventive Maintenance