Pada tanggal 28 Agustus 2019 sekitar ratusan mahasiswa Papua dari Aliansi Mahasiswa Papua dan Papua Barat melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Ibukota Jakarta. Mereka menuntut pemerintah untuk menangkap pelaku yang telah melakukan provokasi dengan menyebut kata-kata rasis terhadap mahasiswa Papua di AMP. Karena tuntutan tersebut, mereka juga menyebutkan tuntutan lain yang berlawanan dengan peraturan Indonesia yaitu meminta referendum terhadap Papua. Tuntutan pemberian referendum terhadap Papua semakin terlihat agresif ketika bendera Bintang Kejora dikibarkan di depan Istana Merdeka. Separatisme Papua ini menjadi ancaman utama Indonesia. Unjuk rasa seperti ini tidak bisa dibiarkan terjadi lagi karena sudah melanggar peraturan negara Indonesia. Berita unjuk rasa mahasiswa Papua banyak menjadi sorotan media massa, khususnya media daring seperti cnnindonesia.com dan kompas.com. Dalam penelitian ini saya ingin melihat bagaimana pembingkaian berita unjuk rasa mahasiswa Papua pada cnnindonesia.com dan kompas.com. Saya menggunakan framing Zhongdang Pan & Gerald M. Kosicki yang melihat pembingkaian dari struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Saya menggunakan paradigma konstuktivis dan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cnnindonesia.com dan kompas.com sama-sama memiliki keberpihakan dominan kepada pemerintah. Kedua media sama-sama dominan membahas kepada aspek hukum, karena kedua media memperlihatkan fakta bahwa aksi unjuk rasa tersebut diwarnai dengan unsur separatisme sehingga perlu adanya penangkapan terhadap pemeran-pemeran utama aksi unjuk rasa.
Kata kunci: Unjuk rasa, mahasiswa Papua, Istana Merdeka, Analisis Framing.