Anak dari keluarga bercerai kerap dianggap dapat memberi pengaruh buruk bagi lingkungan di sekitarnya dan identik dengan kegagalan. Penelitian ini berupaya untuk membuktikan bahwa stigma buruk tentang anak broken home adalah tidak benar. Hal ini tergantung komunikasi dalam keluarga dan pola asuh yang diterapkan oleh ibu tunggal dalam mengasuh anak-anaknya, karena pendidikan karakter yang utama dan pertama bagi anak adalah lingkungan keluarga. Maka dari itu penelitian ini mencoba mengetahui pola pengasuhan ibu dalam pembentukan karakter remaja dari keluarga bercerai, diantaranya yaitu Pertama, otoritatif; Kedua, demokratis dan Ketiga, permisif. Peneliti ingin mengetahui pola asuh seperti apa yang diterapkan ibu tunggal, sehingga anak dengan latar belakang broken home memiliki karakter yang baik. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dan bersifat deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi sumber dan kecukupan referensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola komunikasi keluarga yang paling banyak muncul adalah pola keluarga konsensual, sedangkan pola pengasuhan yang paling banyak digunakan oleh ibu tunggal adalah pola pengasuhan Demokratis, yang dimana pola asuh yang terbaik dalam pembentukan karakter anak adalah tipe pola asuh demokratis.