TV, siapapun anda pasti sudah sangat mengenal ‘kotak ajaib’ ini. Bahkan anda mungkin punya acara favorit yang tidak ingin dilewatkan. Di Indonesia, TVRI merupakan generasi perintis. Setelah sekian lama berselang bermunculanlah tv-tv swasta termasuk di dalamnya tv-tv komunitas, yang jumlahnya kian bertambah.
Dari sudut teknologi, kehadiran tv boleh diacungi jempol. Lewat layar tv lah penduduk desa terpencil di Indonesia bisa menyaksikan telinga Holified sobek digigit Tyson persis pada saat pertarungan itu terjadi. Hal yang sama ketika seluruh penduduk dunia menyaksikan dahsyatnya gempuran senjata AS, juga saat peluru-peluru kendali itu menghujam bumi Irak. Jadi untuk menyaksikan suatu pristiwa, tidak mesti berada di loksi kejadian.
Tapi dalam hal materi (content), banyak orang sering berbeda dalam menilai sebuah tayangan. Sebab segala aspek yang terkandung dalam tayangan itu akan bersentuhan dengan nilai-nilai moral yang hidup dalam masyarakat. Kadang aspek-aspek nilai itu tidak selalu sejalan. Umpamanya tayangan kontes ‘ratu-ratuan’. Di satu sisi, para agamawan protes karena acara itu tak lebih dari ‘arena buka-buka aurat’. Di sisi lain, secara bisnis mulai dari busana, asesoris, ala kecantikan, pergelaran acara itu sendiri, dsb. Itu sudah menjadi lahan bisnis yang bisa mendatang uang banyak.
Buku yang ada dalam genggaman anda ini tidak bermaksud menjebatani jurang besar kedua kutub tersebut. Tapi tidak banyak masyakat yang tahu bagaimana acara-acara favorit anda it bisa anda nikmati. Di sinilah pentingnya buku ini, khususnya anda yang ingin menekuni dunia reporter tv. Bagi komunitas televisi yang kini pertumbuhannya cukup pesat, sementara referensi untuk lebih mengembangkan lagi masih terbatas. Bagi para mahasiswa, khususnya yang mendalami ilmu komunikasi, jelas pertelevisian merupakan kajian utamanya.