ANALISIS DAN PERANCANGAN JARINGAN SELULER MODEL FRANCHISE DI DAERAH RURAL

NURFADILLAH A.PAREWE

Informasi Dasar

107 kali
211110002
384.068
Karya Ilmiah - Thesis (S2) - Reference

ABSTRAKSI: Perkembangan teknologi saat ini mendorong pelaku perdagangan untuk beralih membentuk bisnis teknologi dan berkompetisi meraih keuntungan dengan menawarkan berbagai bentuk produk teknologi. Namun sangat disayangkan, negara Indonesia dengan jumlah pedesaan yang mencapai 70.611 desa, hanya sebahagian kecil yang terjangkau akses telekomunikasi. Padahal jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan adalah 119 321 070 jiwa (50,21% total penduduk Indonesia). Masalahnya adalah para operator merasa berat untuk berinvestasi di pedesaan karena biaya yang diperlukan untuk membangun infrastruktur telekomunikasi konvensional sangat tinggi, tidak sebanding dengan pemasukan yang diperoleh. Selain itu keterbatasan spektrum yang harus dialokasikan menjadi kendala untuk memberikan ijin kepada operator baru yang ingin mengambil peran dalam industri telekomunikasi dengan mengembangkan jaringan telekomunikasi untuk daerah-daerah terpencil.

Guna mengatasi kendala pembangunan tersebut, maka penelitian dengan judul “Analisis dan Perancangan Jaringan Seluler Model Franchise Di Daerah Rural” ini dilaksanakan untuk merumuskan sebuah jaringan teknologi baru yang sesuai dengan kebutuhan pedesaan, yaitu Open BTS. Dengan demikian masyarakat dapat mengakses informasi dengan harga yang terjangkau, dan operator tidak kesulitan dengan desain perusahaan berbasis kerja sama franchise. Operator dengan model bisnis franchise yang dimaksud dapat memberi solusi keterbatasan spektrum frekuensi karena operator hanya memanfaatkan spektrum frekuensi dari operator yang telah mempunyai ijin penggunaan frekuensi dari pemerintah sehingga tidak membutuhkan alokasi frekuensi yang baru.

Teknologi Open BTS hanya memerlukan biaya investasi sekitar Rp 200 juta, jauh lebih rendah daripada pembangunan infrastruktur konvensional. Hasil analisa sensitifitas menunjukkan bahwa dengan berinvestasi sebesar Rp 223 juta untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di daerah terpencil dengan calon pelanggan sebanyak 64 jiwa, periode pengembalian modal yang diperlukan hanya setelah 4 tahun, dengan NPV Rp 10Miliar dan IRR 46.64%. Sehingga dapat dianggap layak untuk diimplementasikan sebagai peluang baru untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah-daerah terpencil.Kata Kunci : Kata kunci : Open BTS, Franchise Operator, RegulasiABSTRACT: Nowadays, the rapid development in telecommunication highly motivates business person or organization to compete in telco-based business by offering various kinds of its product to gain some profit from the customer. Unfortunately, Indonesian citizens who have access to the technology and also as a customers of a telecommunication operators are statistically limited in numbers, moreover some people who lived in rural. By the 2012, Indonesia has 70,611 rural village with the number of people living in rural areas are 119 321 070 people or equal to 50.21% total population of Indonesia. The problem is that the operators find it unfeasible to invest in the rural area because of the costs required to build a conventional telecommunications infrastructure are very high, eventhough they are potential as a new market for the operators. Besides, the limitations of the spectrum that should be allocated for wireless acces telecommunication becomes another particular issues that reduce the amount of new operators who want to get involved in the telecommunications industry by developing telecommunications network to rural areas.

In order to overcome such unconstructive outstanding issues, the research entitled "Design and Analize of Franchise Mobile Operator Network In Rural Areas", is held to formulate a new network cellular technology and business model to suit rural needs. Thus, the people in village will have a better access to information, and the operator had no difficulties to cope with the barrier in profitability issues by firm cooperation based franchise business model. It is also expected to become solution for the frequency spectrum limitations. Because franchisee (new operators) only use the frequency spectrum had by the franchisor (legacy operators) who has government permission to use the frequency so it does not require a new frequency allocation for the new operators.

Technically, technology called open BTS only requires investment cost of about Rp 200 million, much lower than the conventional infrastructure cost. The results of sensitivity analysis showed that by invested capital Rp 223 million to build telecommunication infrastructure in remote areas with potential customers as many as 64 people, the payback period required only after 4 years, with NPV 10Miliar rupiahs and IRR 46.64%. So it will feasible enough for Open BTS to be implemented as a new opportunity for the development of telecommunications infrastructure in remote areas.Keyword: Keywords: Open BTS, Franchise Operator, Regulation

Subjek

MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI
 

Katalog

ANALISIS DAN PERANCANGAN JARINGAN SELULER MODEL FRANCHISE DI DAERAH RURAL
 
 
Indonesia

Sirkulasi

Rp. 0
Rp. 0
Tidak

Pengarang

NURFADILLAH A.PAREWE
Perorangan
Taufik Hasan, Dr. ADIT KURNIAWAN
 

Penerbit

Universitas Telkom
Bandung
2013

Koleksi

Kompetensi

 

Download / Flippingbook

 

Ulasan

Belum ada ulasan yang diberikan
anda harus sign-in untuk memberikan ulasan ke katalog ini