Fandom K-pop di dominasi oleh penggemar perempuan, akan tetapi terdapat sejumlah laki-laki yang juga menjadi penggemar K-pop (fanboy). Keberadaan fanboy di tengah dominasi penggemar perempuan sering kali mengundang stigma negatif yang menganggap kesukaan terhadap K-pop tidak sesuai dengan norma maskulinitas. Akibatnya fanboy cenderung tertutup dalam mengekspresikan identitas mereka sebagai penggemar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi identitas fanboy K-pop dalam membangun identitasnya. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara semi-struktur dengan sembilan informan penelitian yang dipilih melalui purposive sampling, dengan kriteria tertentu dan observasi. Hasil temuan dianalisis menggunakan teori identitas komunikasi (Communication Theory of Identity-CTI) yang dikembangkan oleh Michael Hect. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identitas komunikasi penggemar K-pop laki-laki dibentuk melalui empat lapisan yang saling berinteraksi. Pada lapisan personal layer, mereka melihat diri mereka sebagai penggemar biasa dan penggemar fanatik. Di enactment layer, mereka menunjukkan identitas sebagai penggemar melalui apa yang mereka lakukan dengan partisipasi dalam dance cover, aktivitas fandom, serta apa yang mereka miliki melalui pakaian dan mengoleksi barang K-pop. Pada relational layer, identitas penggemar K-pop laki-laki dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, seperti keluarga dan teman. Di lapisan communal, penggemar K-pop laki-laki mendapatkan stigma negatif banci dari masyarakat di sekitar mereka. Sehingga penelitian ini berkontribusi dalam menguatkan mengenai studi identitas penggemar dari perspektif penggemar laki-laki. Serta berkontribusi dalam mengkaji identitas penggemar K-pop dari perspektif maskulinitas. Kata kunci: identitas komunikasi, fanboy, K-pop, fenomenologi