Hidup bukan sekadar soal benar atau salah, tapi tentang arah yang membawa pulang.
Enam sahabat lama kembali bertemu dalam sebuah pertemuan yang tak biasa. Di tengah kabut pegunungan dan obrolan yang awalnya ringan, mereka perlahan terseret dalam percakapan-percakapan yang mengguncang keyakinan terdalam.
Satu hidup dalam kesederhanaan, sibuk bertahan dari kerasnya dunia, namun mulai menyadari bahwa hidup bukan sekadar soal makan dan tidur. Yang lain sibuk dalam ambisi dan pencapaian, percaya bahwa kemajuan adalah bukti keberkahan, tapi mulai bertanya: kenapa waktu terasa sempit, meski semuanya sedang cerah?
Ada pula yang hidup dengan ritme bisnis dan target, merasa telah bermanfaat bagi banyak orang, namun tak bisa mengelak dari rasa hampa di malam hari. Yang satu lagi terjebak dalam pemikiran-pemikiran abstrak, penuh pertanyaan, tapi lelah karena tak kunjung menemukan jawaban yang memuaskan.
Sementara itu, seseorang memilih tenang menjalani agama dengan taat, meyakini bahwa cukup menjadi baik dan ikhlas adalah bentuk iman tertinggi. Dan ada yang terus gelisah dalam diam, tak berhenti bertanya, tak merasa cukup dengan ritual, karena yakin bahwa iman yang tak dipikirkan... bisa saja hanya sekadar warisan.
Ini bukan kisah pemenang. Tapi kisah tentang kita semua. Tentang bagaimana setiap manusia memilih jalannya sendiri untuk pulang.