Rasa kecewa itu ibarat seseorang yang menggendong batu atau membawa ransel yang berisi batu. Berat, bukan? Apalagi jika perjalanan mendaki, bukan menurun. Kalau saja batu itu adalah “batu mulia" alias emas, barangkali Anda akan sekuat tenaga membawanya pulang ke rumah..
Bagaimana jika beban itu hanya batu biasa yang sama seperti di dekat rumah? Sia-sia, bukan? Jadi, mengapa tidak meletakkan batu itu? Orang Jawa bilang, "Yen ora kuat yo diselehke" atau jika tidak mampu ya diletakkan saja. Itulah ibarat “batu” atau kekecewaan yang kita bawa ke mana-mana.
Lantas, bagaimana jika usaha kita sudah maksimal, tapi kekecewaan masih juga terasa? Sebagai manusia kita pasti disarankan untuk terus berusaha hingga batas akhir kekuatan. "Angkat tanganmu, maka Tuhan akan menurunkan TanganNya". Artinya ketika kita sudah maksimal berusaha dan mentok, berserah dirilah pada Tuhan. Bukanlah Tuhan tidak memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya?
Setiap orang pasti pernah merasakan pahitnya kecewa, apapun penyebabnya. Memang sulit untuk terhindar dari rasa kecewa. Meskipun kita tidak selalu dapat mengendalikan kekecewaan yang tengah melanda, kita bisa berusaha untuk meringankan dan melawan dampaknya terhadap kehidupan kita sehari-hari. Lantas, apakah kekecewaan dapat diringankan dalam hidup ini atau malah dihilangkan saja?
Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat ditemukan dalam buku ini. Menggunakan bahasa yang ringan, tapi sarat inspirasi, wawasan, dan motivasi, Asti Musman mengajak kita semua untuk memahami lebih dalam apa itu rasa kecewa. Selain itu, kita juga akan disuguhkan pandangan baru bagaimana menyikapi rasa kecewa yang menghinggapi pikiran dan hati kita.
Supaya beban kecewa yang ada di pundak kita tidak semakin berat, mulailah duduk dengan santai dan tenang kemudian luangkan pikiran dan waktu untuk membaca buku ini. Inilah saatnya untuk mengungkapkan dan mencarikan jalan keluar dari rasa kecewa yang kita rasakan.
153.8 MUS b