Menurut Sigmund Freud, kenikmatan kita saat membaca atau mendengarkan lelucon menunjukkan sesuatu yang ditekan dalam pembicaraan kita yang serius. Lelucon memuaskan hasrat bawah sadar kita. Freud mengklaim bahwa kita dapat mengetahui banyak tentang suatu masyarakat dari jenis lelucon yang mereka ceritakan.
Menurut dalil yang disodorkannya, orang cenderung tertawa karena mereka ingin membuang energi yang terpendam. Energi ini dihasilkan dari represi. Dengan beragam teknik yang ia klasifikasikan dalam buku ini, hampir seluruh tema dalam lelucon ditimba dari hal-hal yang direpresi oleh lingkungan sosial. Lantas, ia menyatakan bahwa lelucon merupakan salah satu jalan keluar terbaik bagi emosi jahat yang ditekan, yang tak dapat diungkapkan tanpa semacam hukuman, karena lelucon memainkan peran penting dalam menciptakan kohesi dalam masyarakat.
Teorinya tentang cara kerja lelucon itu ia dasarkan pada karyanya yang lain tentang pengaruh pikiran bawah sadar pada mimpi. Ia menjelaskan bahwa mimpi tidak lebih dari ekspresi keinginan yang tak terpenuhi. Dengan mengalami mimpi, alam bawah sadar membantu pikiran sadar untuk mengatasi keinginan yang ditekan. Terapis dapat menemukan sumber neurosis dengan memeriksa mimpi pasien.
Akibatnya, Freud mencatat bahwa seperti mimpi, yang tampaknya datang entah dari mana, lelucon juga berasal dari alam bawah sadar. Namun, tidak semua yang membuat orang tertawa dapat dikategorikan sebagai lelucon. Ada kisah yang mengakibatkan pendengar bergelak tawa, namun belum tentu itu lelucon. Itulah sebabnya ia membedakan lelucon dari humor dan komik. Menjelang akhir buku, Freud memberikan analisis yang rinci tentang beberapa tema yang pada umumnya digunakan dalam membuat lelucon.