Sampah organik di Indonesia mendominasi dari total sampah yang dihasilkan. Mayoritas pengolahan sampah organik hanya dijadikan pupuk kompos, proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai alternatif, sampah organik dapat diolah menjadi briket atau arang melalui proses karbonisasi. Briket yang terbuat dari sampah organik seperti daun, tempurung kelapa, dan sayuran, tidak hanya berfungsi sebagai sumber energi alternatif tetapi juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Pengembangan tungku berbasis IoT (Internet of Things) dengan menggunakan sensor suhu memungkinkan pemantauan yang lebih akurat saat proses karbonisasi berlangsung. Pengembangan tungku ini dilengkapi dengan sistem prediksi dan terintegrasi dengan mobile application. Teknologi ini tidak hanya memberikan solusi untuk pengelolaan sampah organik tetapi juga memaksimalkan potensi sumber daya yang ada. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, proses karbonisasi untuk pembuatan briket menunjukkan perbedaan yang signifikan tergantung pada jenis bahan yang digunakan. Bahan dengan kadar air rendah seperti tempurung kelapa dan daun kering memerlukan waktu yang lebih singkat untuk menghasilkan karbon yang optimal. Sementara bahan dengan kadar air yang tinggi seperti daun hijau dan sayur membutuhkan waktu yang lebih lama. Bahan dari tempurung kelapa dapat diprediksi dengan menggunakan regresi polinomial orde 10. Prediksi ini terbukti efektif dengan akurasi mencapai 99.51%. Pengujian pada mikrokontroler ESP32 dan ESP8266 menunjukkan throughput yang baik sesuai standar ITU-T G.1010. Berdasarkan standar yang sama, delay yang didapat hanya memenuhi kategori nilai sedang. Hasil survei kuesioner mobile application menunjukkan mayoritas pengguna puas dengan tampilan dan fungsi aplikasi, dengan rata-rata nilai kepuasan sebesar 91%. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi dapat diterima pengguna.
Kata kunci : Sampah Organik, Briket, Internet of Things