Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pada awalnya meyakini bahwa hanya orang atau individu yang dapat menjadi subjek delik. Pandangan ini sedikit—banyaknya dipengaruhi oleh dua postulat mendasar, yakni societies delinquere non potest artinya korporasi tidak mungkin melakukan tindak pidana dan universitas delinquere non potest berarti korporasi tidak dapat dipidana. Kedua postulat tersebut, pada dasarnya masih berhubungan dengan doktrin yang dikemukakan oleh Carl von Savigny dalam naskahnya yang berjudul System des Hentingen Romischen Recht (1866). Baik postulat maupun doktrin tersebut, ikut memengaruhi perumusan subjek delik dalam Pasal 59 KUHP yang dikonstruksi dengan menggunakan frasa “hij die” yang artinya “barangsiapa”. Frasa ini jelas-jelas ditujukan kepada orang sebagai subjek delik—bukan terhadap korporasi.
Dalam perkembangannya, pembentuk undang-undang dalam hukum pidana—turut menyadari bahwa suatu tindak pidana dapat saja dilakukan oleh orang dalam lingkup organisasi atau korporasi, sehingga dipandang perlu adanya perumusan tindak pidana oleh atau atas nama korporasi (corporate crime). Dalam konteks yang demikian, pertanggungjawaban pidana selain diarahkan kepada orang sebagai pengurus korporasi juga terhadap korporasi itu sendiri (corporate criminal liability)—sanksi pidananya pun demikian.
Bertalian dengan itu, di Indonesia pelbagai peraturan yang berada dalam ranah hukum pidana khusus, misalnya: UU Penimbunan Barang-barang; UU Tindak Pidana Ekonomi; UU Anti Korupsi; dan UU Anti Pencucian Uang—secara jelas (lex certa) dan tegas (lex stricta) mengatur mengenai tindak pidana oleh korporasi termasuk pula pertanggungjawaban pidananya. Selaras dengan itu, Mahkamah Agung bahkan telah menerbitkan PERMA No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Oleh Korporasi. Adresat dari ketentuan ini adalah memcahkan kebuntuan dan “kurang beraninya” aparat penegak hukum dalam menuntut pidana korporasi.
Secara sistematis, buku ini terdiri atas 9 bab, meliputi: Bab 1 Pengantar; Bab 2 Korporasi sebagai Subjek Delik; Bab 3 Tindak Pidana Korporasi; Bab 4 Tindak Pidana Korporasi: Nasional ke Internasional; Bab 5 Tindak Pidana Korporasi di Negara Lain; Bab 6 Pertanggungajawaban Pidana Korporasi; Bab 7 Stelsel Pidana Terhadap Korporasi; Bab 8 Perkara Tindak Pidana Korporasi di Indonesia; Bab 9 Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana Korporasi.