Perjalanan sejarah umat manusia beberapa dasawarsa terakhir ini sedang bergerak cepat menuju ke arah negatif. Paling tidak, itulah yang dilihat oleh Prof Dr. Raghib As-Sirjani.
Rupanya kekhawatiran guru besar yang pernah datang ke Indonesia atas undangan Pustaka Al-Kautsar di Islamic Book Fair tahun 2014 itu bukanlah isapan jempol. Kita tentu masih ingat invasi Amerika Serikat dan sekutunya terhadap Afganistan dan Irak. Juga, konflik etnis antara suku Hutu dan Tutsi di Rwanda. Begitu pula krisis Darfur di Sudan. Sekarang kita pun masih menyaksikan perang saudara di Suriah dan Yaman, muncul pula gerakan ISIS yang menakutkan di Irak dan Suriah. Penjajahan Israel terhadap Palestina juga kian menggila, terutama terhadap warga Gaza. Belum lagi penindasan terhadap Muslim Uyghur oleh pemerintah Cina, juga penindasan terhadap Muslim Rohingya oleh pemerintah Myanmar. Ada pula konflik antara Rusia dan Ukraina yang masih hangat.
Melihat semua itu, pantaslah kita merasa khawatir terhadap masa depan dunia. Jika keburukan demi keburukan serupa terus terjadi, dan berlarut-larut, maka apa kiranya yang dihadapi oleh generasi mendatang kelak, anak dan cucu kita? Sebelum semuanya terlambat, pastilah ada sesuatu yang bisa dilakukan oleh para cendekiawan dan para pemegang kebijakan agar umat manusia dapat hidup bersama di bumi dengan lebih damai, rukun, dan bahagia.
Dalam rangka itulah Penulis mengajukan teori The Harmony of Humanity ini. Sebuah teori baru tentang pergaulan umat manusia yang dilandasi oleh fakta kesamaan mereka satu sama lain. Teori ini diharapkan dapat membuka mata seluruh anak Adam bahwa perbedaan antaretnis, antarnegara, antarbahasa, dan antaragama tidak meniscayakan benturan. Apabila diterapkan, metode jelas yang ditawarkan oleh teori ini akan mendorong semua bangsa ke arah pergaulan yang membangun, yaitu pergaulan yang mewujudkan maslahat bersama bagi setiap pihak.