Performance art, sebagai praktik seni, persis, berada dalam bayangan medan pasca-seni. Afrizal Malna menarik kesimpulan ini melalui garis waktu dari Perang Dunia Pertama dan Kedua, dan sejumlah karya yang menandai pelumeran batas-batas seni, membawa kita kepada medan pasca-seni dalam rujukan “the end of art” Arthur Danto. Melepas seni dari lekatan rasionalitas yang menempatkan rasa atau pengalaman sensorik sebagai objek penalaran logis.
Bisa jadi ini merupakan buku pertama tentang performance art di Indonesia, bersama dengan sejumlah epifenomenanya seperti performance lecture, performance digital, seni media, video performance, dan performance-performing.
Buku ini merupakan kumpulan esai dari pengalaman mengikuti beberapa platform performance art, sedari tahun 2000–2022.