Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Non-Perbankan Syariah operasionalnya harus mengacu pada nilai-nilai ajaran Islam yang telah diproduk-fatwakan oleh DSN-MUI. Hal ini dimaksud agar produk-produk yang ditawarkan pada masyarakat tidak mengandung unsur riba, gharar, dan maysir. Namun demikian, bukan berarti produk-produk lembaga keuangan syariah, baik yang ada di perbankan syariah maupun non-perbankan syariah tidak mengandung risiko, utamanya ketika terjadi transaksi pembiayaan.
Fungsi lembaga keuangan perbankan syariah dan non-perbankan syariah adalah funding, financing, dan services. Dari ketiga fungsi utama tersebut, di sektor financing itulah unsur-unsur ketidakpastian mempunyai peluang risiko lebih besar. Karena, pembiayaan yang telah disalurkan/didistribusikan kepada masyarakat meskipun produk-produk yang ditawarkan, baik menggunakan sistem jual-beli, bagi hasil, maupun sewa yang jatuh tempo (tenor) adalah berisiko.
Risiko yang dapat terjadi pada perbankan umumnya, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar. Unsur lain yang mengandung risiko adalah lebih pada karena adanya moral hazard dan peril. Kelalaian dikarenakan moral hazard pada debitur dapat mengakibatkan pada risiko pembiayaan yang telah diberikan oleh LKS, utamanya adalah risiko kredit. Karena itu, risiko kredit hampir menjadi faktor dominan dalam penyaluran produk pembiayaan pada lembaga keuangan syariah, baik perbankan maupun non-perbankan. Jika risiko ini tidak dapat diminimalisir, maka akan berdampak pada kerugian (losses).
Buku ini membahas tentang manajemen risiko pembiayaan pada lembaga keuangan syariah. Di samping itu, produk-produk pembiayaan yang dijelaskan disertai dengan skema ilustrasi untuk memudahkan alur pembiayaan antara nasabah dengan lembaga keuangan syariah.
Buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, akademisi, praktisi, dan masyarakat umum yang menaruh perhatian pada perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia, terutama pada lembaga perbankan syariah dan non-perbankan syariah.