Kelas menengah Indonesia, yang sudah dibicarakan para pengamat sosial dan budaya sejak akhir tahun 80-an, baru mulai menarik perhatian investor global setelah GDP per kapita Indonesia mencapai USD 3,000 pada akhir tahun 2010. Mengapa mesti menunggu sekian lama? Mengapa pencapaian GDP per kapita USD 3,000, yang pada tahun 2011 sudah berhasil diraih lebih dari 65% negara anggota IMF, bisa menambah signifikansi daya tarik kelas menengah Indonesia?
Melalui Rising Middle Class in Indonesia: Peluang bagi Marketer & Implikasi bagi Policy Maker, Taufik bukan sekadar memberikan jawaban panjang dari sisi mikro, yang sebetulnya sudah menjadi rahasia umum, tapi juga menggunakan data dari sejumlah riset publik MarkPlus, tempat ia telah bekerja sejak tahun 1995. Melalui riset terhadap 1.000 responden kelas menengah per kota di 10 kota utama Indonesia di luar Jakarta, terungkap bahwa fenomena kelas menengah adalah fenomena nasional dan bukan sekadar fenomena Jakarta dilihat dari interaksi di industri yang populer di kelas menengah. MarkPlus sendiri sejak tahun 2009 memang mencoba melakukan studi kelas menengah dengan beragam fokus studi: berbasis kota, berbasis tiga subkultur yaitu Youth-Women-Netizen, dan berbasis topik yang relevan untuk kelas menengah.
Dengan menganalisis data makro dan hasil riset publik MarkPlus, Taufik memaparkan pula apa saja peluang yang terbuka bagi para marketer dan hal-hal yang mesti dilakukan policy maker setelah kelas menengah Indonesia berhasil menarik perhatian investor global dan membuat negeri ini menjadi bintang baru perekonomian dunia. Seperti apa? Simak di buku ini.