“Kenapa kau tak terbuka seperti dulu? Dei yang selalu ceria dan cerita banyak hal padaku. Kenapa kita tak bisa sedekat dulu?” Lim berkata penuh emosi. Kali ini, dia tak berhasil mempertahankan ketenangannya.
“Semua sudah berakhir, Lim.” Suaraku tertahan. “Kenapa kau menuntut banyak hal, sedangkan kau sendiri yang pergi? Setelah bertahun-tahun tak saling berkirim kabar, sekarang kau menuntut sebagai orang yang paling mengerti aku?”