Buku ini menjabarkan fenomena yang kudu dipahami oleh para marketer disaat ini lanskap persaingan bisnis benar-benar sudah horizontal. Tidak cukup sekedar memahami apa yang menjadi keinganan dan kebutuhan customer seperti di era vertikal. Tidak juga sekedar memahami ekspektasi dan persepsi seperti di era transisi. Marketer dituntut bisa menangkap apa yang menjadi kegelisahan (anxiety) sekaligus impian (desire) customernya.
Untuk menangkap apa yang menjadi kegelisahan dan impian customer tidak semudah membalik telapak tangan. Kegelisahan dan impian ini sulit ditangkap karena customer sering tidak mau bicara, bahkan mengaku tidak tahu. Tidak mau bicara karena menganggapnya sensitif. Maklum customer want to look good! Mereka tidak mau kelihatan bodoh.
Siapakah new wave customer ini? Customer di era internetisasi ini tak lain adalah tiga komunitas yang menjadi subkultur yang menggerakan dunia sekarang, yakni, youth, women, dan netizen. Ketiganya merupakan new wave ready customer. Nah, buku ini memaparkan fenomena kecemasan dan impian dari ketiga komunitas tersebut.
Ada tiga hal yang harus dilakukan agar tetap survive. Pertama, manusia harus semakin kreatif karena tidak bisa selalu memakai cara lama. Komunitas anak muda merupakan komunitas yang selalu bisa dream thye future. Sebab itu, mereka selalu lebih kreatif dari seniornya. Para senior biasanya hanya bisa glorify the past dan enggan berubah, apalagi kreatif. Memahami youth berarti mendapatkan mid share.
Kedua, manusia harus semakin multi-tasking karena informasi datang bertubi-tubi lewat berbagai media online dan offline. Pada waktu melakukan sesuatu, orang harus sudah bisa mengambil keputusan untuk hal lain. Nah, by nature, perempuan memang lebih bisa multi-tasking dan mempunyai pandangan 360 derajat. Sementara, laki-laki biasanya hanya single tasking dan satu arah. One at a time!karena itulah, women akan lebih berperan dari men. Memahami perempuan berarti mendapatkan market-share.
Ketiga, manusia akan lebih dituntut untuk lebih inklusif sesuai dengan sifat internet itu sendiri. Netizen tidak gampang terjebak pada vertikalisasi bangsa, etnik, agama, gender, pangkat, jabatan, kekayaan, dan sebagainya. Netizen lebih bisa bebas dari prejudice ketimbang citizen yang sudah “bias” dalam mengambil keputusan. Memahami youth-women-netizen jaug lebih berharga ketimbang pada senior-men-citizen!memahami netizen berarti mendapatkan heart-share.