Sejak kecil, Sun Guanglin, anak kedua dari tiga bersaudara,
selalu diabaikan oleh orangtua dan kedua saudara lelakinya.
Pada umur enam tahun dia dititipkan kepada keluarga lain
yang lebih mapan, dan baru pulang ke rumah orangtuanya
enam tahun kemudian. Pada malam kepulangannya, rumah
mereka terbakar habis, dan lagi-lagi dialah yang dijadikan
kambing hitam. Namun statusnya sebagai orang terbuang,
di rumah dan di desanya, justru memberinya posisi unik,
sebagai pengamat atas dinamika sosial yang terjadi dalam
masyarakat Cina––dan keluarganya sendiri––di bawah
kepemimpinan Ketua Mao.