Berbicara mengenai industri tenun, hal ini tidak hanya mengenai produsen tekstil besar, tetapi juga menyangkut nasip banyak kelompok masyarakat perajin tenun yang tersebar di seluruh Nusantara, dimana tenun sarung adalah salah satu warisan budaya yang wajib di lestarikan dan di kembangkan.
Saya bersyukur Pak Adi Kusrianto yang menjadi Humas DPD Asosiasi Profesi Batik dan Tenun Nusantara “Bhuanaâ€Ã‚� Jawa Timur berkenan mengangkat Sarung Tenun kita sebagai topik study yang dipublikasikan kepada seluruh masyarakat. Dengan membaca tulisan ini saya berharap masyarakat semakin dapat mengapresiasi Tenun Sarung sebagai salah satu kebanggaan kita setelah Batik yang diterima masyakarat internasional.
Selamat Berjuang.
Hj.Dedeh Kurniasari
Ketua Umum Asosiasi Profesi Batik & Tenun Nusantara “ Bhuana “
Membahas tentang sarung tenun, ternyata akan membuka wawasan kita, bahwa kain sarung tidak terbatas pada konteks sebagaimana yang kita kenal sehari-hari yaitu sebagai busana khas yang biasa digunakan umat muslim Indonesia baik untuk sarana beribadah
di masjid maupun sebagai pakaian keseharian.
Bangsa Indonesia yang tersebar dari Sabang di ujung barat hingga Merauke diujung timur, baik pria maupun wanita sejak dahulu kala memiliki tradisi berbusana dengan memanfaatkan kain sebagai busana bawahan. Kain tersebut dibuat dengan bahan, teknik menenun dan motif-motif sesuai tradisi budaya setempat. Cara mengenakan kain tersebut sebagai busana bawahan itulah yang secara umum dapat disebut sebagai sarung. Jika di Jawa, orang mengenal bagaimana membedakan kain panjang sebagai sinjang (jarit) dengan sarung, maka di daerah lain di bumi Nusantara ini istilah sarung juga dikenal sebagai salah satu cara mengenakan kain bawahan baik untuk busana pria maupun wanita.