Agama bukan untuk dibicarakan. Apalagi dibicarakan cuma dalam bahasa kata. Ia laksana napas bagi awam yang senantiasa bernapas tanpa membicarakannya. Kitab suci diturunkan bukan untuk dipenjara dalam bahasa kata. Agama dan kitab suci dihadirkan Tuhan untuk disejiwai dan disebadani oleh seisi alam dengan berbagai macam bahasa—bahasa lukisan, bahasa musik, bahasa aroma, dan lain-lain bahasa bahkan bahasa keheningan—bukannya diributkan dalam perkelahian persepsi dan cuma dalam bahasa kata. Tapi, amit-amit, fakta yang jamak berlangsung kini malah: Agama dimonopoli golongan tertentu, lalu Tuhan ditunggangi untuk melegitimasi syahwat politik berkedok agama, bersenjatakan tusukan bahasa kata-kata di atas mimbar. Pesan-pesan miris inilah yang dihadirkan Sujiwo Tejo dan Dr. Muhammad Nursamad Kamba dalam sekuel Tuhan Maha Asyik ini.