Buku ini adalah terawangan nakal namun mencerahkan mengenai aneka kekurangan manusia. Ekonomi tradisional menganggap kekuatan rasional mengatur segalanya. Ekonomi perilaku tahu cerita sebenarnya. Richard Thaler telah menghabiskan ka-riernya mempelajari gagasan bahwa manusia adalah pusat ekonomi—dan bahwa kita tempatnya kesalahan. Ekonomi perilaku kini amat berpengaruh, bukan hanya mengubah cara kita berpikir mengenai uang, melainkan juga diri kita sendiri, dunia kita, dan segala jenis keputusan sehari-hari.
Entah itu ketika membeli jam tangan, menjual tiket, atau mengajukan KPR, kita semua mengalami bias dan membuat keputusan yang menyimpang dari standar rasionalitas yang dipakai ahli ekonomi. Dengan kata lain, kita berperilaku keliru. Meski awalnya diremehkan oleh para ahli ekonomi, studi kekeliruan manusia dan pengaruhnya kepada pasar kini mendorong upaya membuat keputusan lebih baik dalam kehidupan, bisnis, dan pemerintahan.
Dengan memadukan penemuan terbaru psikologi manusia dan pemahaman praktis mengenai insentif dan perilaku pasar, Thaler memberi pencerahan mengenai bagaimana membuat keputusan lebih cerdas dalam dunia yang makin membingung-kan. Dia mengungkap bagaimana analisis ekonomi perilaku membuka cara-cara baru memandang segalanya, dari keuangan rumah tangga sampai pembagian kantor di gedung baru, acara kuis TV, musim transfer olahraga, dan bisnis seperti Uber. Ketika ekonomi bertemu psikologi, dampaknya bagi individu, manajer, dan pembuat kebijakan sungguh mendalam sekaligus menarik.
• • •
"Jenius kreatif pencipta bidang ekonomi perilaku yang juga jago bercerita dan sangat lucu. Semua bakat itu ditampilkan di buku mengagumkan dan penting ini." - Daniel Kahneman, peraih Hadiah Nobel Ekonomi dan penulis Thinking, Fast anci.Slow
"Misbehaving memberi kita cerita di balik beberapa wawasan terpenting dalam ekonomi modern. Andai saya mesti terjebak dalam lift bersama seorang inte-lektual zaman sekarang, saya bakal memilih terjebak bersama Richard Thaler." - Malcolm Glaciwell
"Ahli ekonomi yang menyadari betapa gilanya kita." - Michael Lewis, Bloomberg