Indonesia menjadi salah satu negara yang jumlah disabilitasnya terbanyak di dunia. Provinsi Jawa Barat
memiliki jumlah penyandang tunarungu terbanyak setelah Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Kota Bandung merilis
jumlah penyandang tunarungu sebanyak 309 orang. Walaupun demikian, masyarakat masih beranggapan bahwa
anak tunarungu tidak mampu melakukan aktivitas seperti anak pada umumnya. Rendahnya tingkat pengetahuan
masyarakat berdampak pada perkembangan potensi mereka. Anak tunarungu memerlukan pendidikan yang mampu
menggali potensi pada dirinya, sehingga bisa diakui oleh masyarakat. Pada kenyataannya, program pendidikan anak
tunarungu yang terjadi di Sekolah Luar Biasa saat ini hanya fokus pada akademik. Salah satu sekolah yang memiliki
fokus pada pengembangan minat dan bakat yaitu Sekolah Biruku Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana proses komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh pengajar dan siswa tunarungu dalam
membangun aktualisasi diri, sehingga siswa mampu memperlihatkan potensi dan bakat seperti anak normal pada
umumnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan
berupa observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan tiga tahap, yaitu
reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan menggunakan triangulasi sumber data dan triangulasi
metode pengumpulan data. Hasil penelitian ditemukan bahwa proses komunikasi interpersonal harus secara rutin
dilakukan untuk membangun aktualisasi diri. Pengajar memerlukan usaha lebih ketika proses komunikasi sedang
berlangsung. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pemaknaan pesan yang dimiliki oleh siswa tunarungu. Empat
aspek dalam membangun aktualisasi diri yang diterapkan di Sekolah Biruku Indonesia yaitu kreativitas, moralitas,
penerimaan diri, dan pemecahan masalah.
Kata Kunci : Komunikasi Interpersonal, Anak Berkebutuhan Khusus, Tunarungu, Aktualisasi Diri