Dalam hipotesisnya yang, boleh disebut, ateistik-brutal, Sigmund Freud berlabuh pada kesimpulan ekstrem bahwa simbol-simbol dan ritual-ritual agama, dan tentunya juga pemeluk-pemeluknya, sama dengan perilaku pasien-pasien neurotisnya di rumah sakit jiwa. Agama adalah ilusi-ilusi kegilaan, sebagaimana kegilaan yang diidap para penghuni rumah sakit jiwa di tempatnya bekerja.
Semua ritual agama adalah bullshit bagi Freud. Bukankah, dengan analogi yang gajar, perbuatan-perbuatan yang tak dapat dijabarkan oleh rumus-rumus logika-fisika-eksakta itu hanyalah kesia-siaan, cemin kebingungan, kegelisahan, kecurigaan, ketakutan, dan karenanya sama persis dengan tingkah laku orang gila dalam gelak tawa, cengar-cengir, dan sebagainya?
Tetapi, ada satu hal yang sangat digelisahkan oleh Freud, yaitu mengapa mayoritas manusia mempertahankan kegilaan itu dengan landasan keyakinan yang sangat ultrafanatis? Apakah, jika mengikuti logika Freud, bagaimana kita mesti membedakan kegilaan dengan kesehatan, kesetanan dengan kemanusiaan?