Lis tidak pernah menyangka harus berpisah dengan Darren karena laki-laki itu mesti melanjutkan studinya di luar negeri. Perpisahan itu membawa trauma pada Lis. Dia merasa hidupnya terombangambing karena sudah nyaman dengan kehadiran Darren. Sebagai terapi, dia menulis sebuah buku puisi yang akhirnya diterbitkan oleh penerbit tempatnya bekerja. Meski demikian, dia memakai nama pena agar orang lain tidak tahu soal puisi yang dia ciptakan.
Tidak disangka-sangka, tiba-tiba Darren kembali hadir di hidupnya. Laki-laki itu menjadi manajer di galeri terkenal sekaligus seniman sukses. Lambat laun, sosoknya hadir lagi di kehidupan Lis. Lis pun merasa hidupnya kembali utuh saat Darren berada di sisinya. Namun, Lis sadar ada yang berbeda dengan hubungannya kali ini. Lis tidak tahu laki-laki itu menganggapnya sebagai apa. Jangan-jangan Lis terjebak dalam permainan “mantan jadi sahabat”?
Menjelang pergantian tahun baru, Lis ingin memastikan perasaan Darren terhadapnya. Berbagai dugaan saling tumpang tindih. Haruskah Lis tetap pada keputusan awal untuk meminta kejelasan akan perasaan Darren? Atau mestinya dia urungkan saja niat itu?