Berbagai kajian menjelaskan bahwa kegagalan kepemimpinan dan/atau pegawai jarang berasal dari keahlian teknis atau profesional yang kurang atau kurang hard skills. Hal itu sering bersumber dari lemahnya soft skills mereka -ciri dan perilaku nonteknis yang diperlukan untuk melayari karier yang berhasil.
Pada akhirnya perusahaan-perusahaan mulai menghargai nilai-nilai pegawai, kompetensi diwilayah soft skills berhubungan dengan penilaian kinerja positif dan peningkatan gaji. Soft skills juga telah menjadi pertimbangan yang signifikan bagi perusahaan dalam usaha rekrutmen. Kajian terbaru menekankan nilai ditempat kerja yang menunjukan bahwa soft skills mungkin indikator kinerja yang sama andalnya dengan kualifikasi penguasaan atau pengalaman teknis yang lebih tradisional. Satu kajian menemukan ciri-ciri, seperti kehati-hatian (conscientiousness) dan penerimaan (agreeableness) menjadi prediktor yang sama akuratnya untuk kesuksesan kerja dengan kemampuan kognitif dan akurasi. Riset tambahan yang dilakukan dengan 500 CEO Fortune oleh Stanford Research Institute Internasional dan the Carnegie Mellon Foundation menemukan bahwa 75% kesuksesan kerja jangka panjang bergantung pada keterampilan manusiawi (people skills), pada saat yang bersamaan hanya 25% pada pengetahuan/keterampilan. Kajian lain terhadap headhunters yang memperkerjakan CEO menempatkan kemampuan berkomunikasi dan memotivasi sebagai atribut yang perlu, yang secara positif berkorelasi dengan lini dasar.