Sistem pemerintahan NKRI menurut UUD 45 memberikan keleluasaan kepada kepala daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman.
Namun dalam pelaksanaannya sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia pada awalnya bersifat sentralistik, semua tata kelola pemerintahan ditangani oleh pemerintah pusat. Perubahan baru terjadi setelah reformasi pemerintahan, yaitu: sejak di tetapkannya UU no 21 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dimana pemerintah daerah diberi kewenangan penuh untuk mengelola pemerintahan kecuali enam urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat yaitu politik luar negeri, moneter fiskal, pertanahan, keamanan, yustisi dan agama.
Untuk melaksanakan tata kelola pemerintaha didaerah idealnya bersumber pada pendapatan asli daerah, dimana pajak daerah menjadi tumpuan dalam penerimaan APBD, sementara sumber PAD lainnya seperti retribusi daerah dan laba BUMD hanya merupakan penunjang semata. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, landasan pungutan pajak harus ditetapkan dengan undang-undang yang tentunya disesuaikan dengan perkembangan tata kelola pemerintahan. Untuk itu, UU no 19 th 1997 sebagai dasar pungutan pajak daerah di Indonesia setelah otonomi daeerah diubah dengan UU no 34 tahun 2000 dan kemudian diganti dengan UU no 28 th 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Perkembangan dan analisis pungutan pajak daerah diuraikan dalam buku ini sesuai dengan filosofi pungutan, perkembangan tata kelola pemerintahan dan dasar pungutan yang ditetapkan oleh Undang-Undang