Penyelenggaraan TV digital di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2012 sampai waktu terlaksanakannya Analog Switch Off (ASO) dimana ketika itu TV analog di Indonesia sudah tidak dipakai lagi. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kominfo No.32 Tahun 2013 tentang “Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multipleksing Melalui Sistem Terestrial”[1]. Dimana di Indonesia akan ditetapkan teknologi DVB-T2 yang berbasis penyiaran bebas berbayar (free to air).
Sistem pemancar televisi terdiri dari exciter, driver, HPA (High Power Amplifier), dan antena. Untuk memperoleh level daya pancar yang diinginkan, dibutuhkan penguat untuk menguatkan sinyal keluaran dari exciter sebelum ditransmisikan oleh antena. Namun sinyal keluaran dari exciter tidak bisa langsung dikuatkan oleh HPA karena level sinyalnya terlalu kecil, sehingga memerlukan beberapa tingkat penguatan untuk mencapai daya output maksimum. Agar kualitas perangkat transmisi dapat terjaga kestabilannya, maka power amplifier ini perlu pengontrolan suhu karena transistor penguat daya RF sangat rentan rusak pada suhu yang tinggi.
Pada tugas akhir ini akan dirancang dan direalisasikan HPA (High Power Amplifier) yang akan digunakan pada rentang frekuensi UHF (Ultra High Frekuency). HPA merupakan penguat tingkat akhir yang menentukan daya output secara keseluruhan dari RF (Radio Frekuensi) yang setelah itu akan dihubungkan ke antena pemancar.
Hasil dari perancangan dan realisasi HPA pada standar DVB-T2 dapat bekerja pada frekuensi 470-690 MHz dengan penguatan yang digunakan sebesar 7-15 dB, efisiensi yang dipakai 25% pada bandwidth 220 MHz dan yang akan direalisasikan menggunakan FR 4 dengan ?_r sebesar 4.7.
Kata kunci : High Power Amplifier, DVB-T2.