Chairil Anwar pernah menulis puisi berjudul “Aku”. Dalam puisi itu dia antara lain menulis: Kalau sampai waktuku/’Ku mau tak seorang ‘kan merayu/Tidak juga kau. Apa yang disiratkan oleh bait puisi ini adalah nasihat. Nasihat itu kira-kira berbunyi: seorang individu harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Nasihat yang sudah berumur puluhan tahun ini sangat relevan dengan kondisi sekarang. Lihatlah, banyak individu sekarang yang melemparkan tanggung jawab mereka pada orang lain. Ada mahasiswa yang tidak lulus ujian melapor pada orang tuanya bahwa dia tidak lulus ujian karena dosennya galak. Ada pegawai negeri yang tidak berhasil mencapai target kerja individunya melapor pada istrinya bahwa dia gagal karena situasi kerja tidak kondusif. Mereka tidak mau mengungkapkan kesalahannya sendiri.
Lalu bagaimana menemukan nasihat dalam sebuah puisi? Lebih dari itu, bagaimana sesungguhnya seorang individu bisa menemukan makna dalam sebuah puisi? Makna itu hanya bisa ditemukan melalui analisis puisi. Analisis puisi itu beragam. Ada analisis struktural dan semiotik. Ada lagi analisis strata norma. Selain melalui analisis itu, makna puisi bisa juga dilihat melalui hubungan intertekstualnya.
Semua cara menemukan makna puisi bisa ditemukan dalam buku ini. Itulah sebabnya buku ini penting dibaca oleh semua pihak yang ingin menjalani hidup dengan tenang dan tentram. Bukankah puisi, seperti ditulis penulis buku ini, memperkaya kehidupan batin, menghaluskan budi, membangkitkan semangat hidup dan mempertinggi rasa ketuhanan?