Menurut Ajip Rosidi, melalui bukunya (2004) saat ini budaya daerah makin terkikis oleh jaman. Generasi muda saat ini tidak lagi mengenal nilai-nilai budaya nenek moyangnya, termasuk tidak mengenal adat-istiadat, filsafat, dan kesenian daerah. Faktor utama penyebab dari pergeseran budaya ini adalah kurangnya apresiasi masyarakat Sunda terhadap Budayanya sendiri. Budaya Sunda, terutama yang melingkup kota besar seperti Bandung juga tidak luput dari hantaman pergeseran budaya ini, termasuk didalamnya adalah pamali sebagai budaya bernasehat dan pendidikan disiplin orang Sunda. Pamali dapat diartikan sebagai pantangan, atau sesuatu yang tidak boleh dilakukan dan tidak boleh dilanggar. Secara etimologi, pamali berasal dari kata mali yang dalam bahasa sunda berarti bali dan dapat dipergunakan dalam arti lain yaitu balik dan malik (berbalik). Imbuhan pa- pada kata pamali ini merupakan imbuhan alat/perkakas, jadi pamali dapat diartikan sebagai alat untuk membalikkan. Secara filosofis pamali mengajarkan kepada masyarakat muda Sunda untuk tidak lupa dengan disiplin budaya Sunda, orang tua, serta kampung halaman (Mustapa, 2010). Maka dari itu, salah satu solusi yang dapat disuguhkan dari permasalahan terkikisnya budaya Sunda oleh hantaman pergeseran budaya ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat muda, terutama anak-anak terhadap pamali yang secara filosofis memiliki makna yang dalam tentang mengingat budaya Sunda.
Kata Kunci : Budaya Sunda Terkikis, Pamali, Budaya Bernasehat.