Penertiban PKL merupakan masalah yang biasa dihadapi di daerah-daerah yang memiliki potensi pasar yang tinggi, seperti sekolah dan daerah perkuliahan seperti Universitas Telkom. PKL yang berjualan banyak menyita ruang-ruang publik, seperti di trotoar atau dibadan-badan jalan yang mengakibatkan kemacetan, kekumuhan dan ketidaknyamanan. Pada tanggal 10 Maret 2016, dilakukannya penertiban terhadap PKL-PKL yang berada di kawasan Universitas Telkom. Namun sayangnya, tidak lama kemudian PKL kembali berjualan yang berujung pada pengaduan oleh pihak Universitas Telkom kepada pihak berwajib. Pengaduan tersebut menimbulkan reaksi berupa aksi demonstrasi yang dilakukan oleh PKL dan pihak LSM. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui players, opsi, kondisi konflik dan skenario terbaik yang dapat menangani masalah penertiban yang setelah ditelaah lebih lanjut melibatkan lebih banyak pihak, yaitu PKL, Pemerintah Kecamatan Dayeuhkolot, Universitas Telkom dan LSM. Pengumpuan data dilakukan dengan studi dokumetasi dan wawancara kepada seumlah narasumber. Teknik analisis data menggunakan metode Graph Model for Conflict Resolution (GMCR). Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa solusi terbaik pada fase satu yaitu skenario dimana Pemerintah tidak perlu memberikan peringatan lunak, juga tidak melakukan peringatan keras berupa pembongkaran, PKL pindah, Universitas Telkom menyediakan area untuk relokasi, dan LSM tidak melakukan demo orasi. Kemudian, dari hasil analisis GMCR fase 2, skenario terbaik adalah kondisi dimana Universitas Telkom tidak perlu menggunakan jalur hukum dan diharapkan dapat menyediakan area untuk relokasi, PKL tidak kembali berjualan di pinggir jalan, serta LSM diharapkan tidak melakukan aksi demo orasi.