PT. Dirgantara Indonesia (PT DI) merupakan perusahaan yang memproduksi komponen pesawat dengan partner dari berbagai negara. Sebagai perusahaan yang mengutamakan kualitas, efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya fasilitas merupakan hal yang harus diperhatikan oleh PT DI, termasuk kinerja mesin produksi. Saat ini Departemen Aerostructure PT DI memiliki ratusan key facility untuk digunakan dalam kegiatan produksi, dimana salah satunya adalah mesin Toshiba BMC-100(5) yang tergolong memiliki jumlah kerusakan tertinggi. Perawatan existing yang tidak mempertimbangkan karakteristik kerusakan dan usia mesin menjadi kemungkinan penyebab tingginya jumlah kerusakan tersebut. Selain itu, lamanya pengadaan material juga membuat semakin tingginya downtime. yang akan mengganggu kinerja dan availability mesin sehingga menimbulkan biaya perawatan dan risiko kerusakan yang merugikan perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan kegiatan preventive maintenance dan pengadaan komponen kritis bagi mesin ini.
Berdasarkan diagram pareto, dari ke-14 subsistem mesin Toshiba BMC-100(5) terpilih 6 subsistem kritis, yakni APC, ATC, Axis-Z, Axis-A, Axis-Y, dan Axis-B. Keenam subsistem kritis itulah yang selanjutnya dijadikan objek penelitian untuk ditentukan aktivitas perawatan yang tepat menggunakan metode Reliability-Centered Maintenance (RCM) beserta optimasi interval waktu perawatannya menggunakan metode Risk-Based Maintenance (RBM). Kegiatan perawatan yang optimal merupakan perawatan yang efektif dan efisien. Efektif ditandai dengan tingginya reliabilitas sistem, sedangkan efisien mengacu kepada kecilnya biaya perawatan dan risiko kerusakan yang kemungkinan muncul. Dengan memadukan kedua metode ini diharapkan diperoleh kegiatan perawatan yang mampu meningkatkan reliabilitas subsistem kritis dengan biaya dan risiko kerusakan yang sekecil mungkin. Sedangkan untuk optimasi pengadaan komponen kritis, digunakan metode Marginal Assurance yang bertujuan untuk menentukan jumlah kombinasi komponen dan periode pengadaan yang optimal berdasarkan reliabilitas komponen. Dengan metode ini diharapkan pengadaan komponen optimal mampu meningkatkan assurance level atas ketersediaan komponen di gudang, sehingga downtime akibat kegiatan logistik dapat diminimalisasi.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan RCM, diperoleh 18 komponen dengan scheduled on-condition task, 5 komponen scheduled restoration task, 16 komponen scheduled discard task, dan 8 komponen scheduled failure finding task. Sementara interval waktu perawatan optimal berbasis RBM adalah 200 jam untuk APC dan ATC, 400 jam untuk Axis-Z dan Axis-A, serta 1600 jam untuk Axis-Y dan Axis-B dengan nilai reliabilitas antara 0,5 sampai dengan 0,97. Kegiatan dan interval waktu perawatan usulan ini memberikan total biaya dan risiko sebesar Rp 143.666.255,90, lebih kecil dibandingkan total biaya dan resiko perawatan existing yang sebesar Rp 195.303.841,28. Pengadaan komponen optimal adalah 1 periode setahun dengan jumlah kombinasi 14 unit O-Ring ATC, 11 unit Bearing Axis-Z dan 11 unit Limit Switch APC.
reliabilitas, RCM, RBM, preventive maintenance, optimasi kombinasi komponen