Seiring dengan dikeluarkannya UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang sistem kompetisi dalam bisnis telekomunikasi di Indonesia, maka jasa layanan interkoneksi pun mulai mengalami perubahan. Metode perhitungan tarif interkoneksi yang sekarang diterapkan yaitu revenue sharing dirasa tidak mendukung iklim yang kompetitif. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan membahas tentang besarnya biaya untuk menyelenggarakan jasa layanan interkoneksi berdasarkan atas biaya (cost based) menggunakan metode Top Down LRIC, sesuai dengan KM no 34 tahun 2002.
Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan tahun 2003, dan data trafik serta konfigurasi jaringan PT Telkom. Perhitungan yang dilakukan hanya sampai kepada penentuan besarnya biaya interkoneksi berdasarkan atas metode LRIC Top Down dan tidak membahas besarnya tarif.
Perbedaan tarif tersebut akan memberikan dampak yang cukup besar bagi pendapatan PT Telkom, mengingat bisnis layanan interkoneksi merupakan bisnis yang penting bagi PT Telkom, karena mampu memberikan pendapatan yang cenderung meningkat tiap tahun dan memiliki komposisi pendapatan yang cukup besar disamping pendapatan yang lain. Tarif tersebut masih merupakan tarif minimum sehingga belum dapat memberikan keuntungan bagi PT.Telkom. Oleh karena itu penentuan tarif dengan metode LRIC Top Down yang berbasiskan biaya, tidak dapat langsung berdasarkan atas besarnya biaya, namun masih terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dan diperhitungkan, terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia dimana kondisi perekonomiannya masih relative labil. Faktor-faktor tersebut seperti perhitungan biaya Access Defisit Contribution dan aspek perekonomian nasional, sebagai faktor yang dapat memberikan keuntungan yang realistis bagi PT Telkom