Konteks cultural dan sosial ini akan menentukan system aktifitas atau kegiatan manusia. Sistem kegiatan akan menentukan macam dan wadah yang diperlukan untuk menampung kegiatan tersebut berupa ruang-ruang yang berhubungan dalam satu system.
Pendekatan prilaku menekankan pada hubungan dialektik antara ruang dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan atau yang menghuni ruangan tersebut. Pendekatan ini menekankan pada perlunya memahami perilaku manusia atau masyarakat (yang berbeda-beda setiap daerah) dalam memanfaatkan ruangan. Ruang dalam pendekatan ini melihat bahwa aspek-aspek norma, kultur, psikology, masyarakat yang berbeda akan menghasilkan konsep dan wujud yang berbeda. Karena penekanannya lebih pada interaksi antar manusia dan ruangan.
Secara konseptual, pendekatan perilaku menekankan bahwa manusia merupakan makhluk berfikir yang mempunyai persepsi dan keputusan dalam interaksinya dengan lingkungan. Konsep ini dengan demikian menyakini bahwa interaksi manusia dengan lingkungannya tidak dapat diinterpretasikan secara sederhana dan mekanistik, melainkan kompleks dan cenderung dilihat sebagai sesuatu yang probabilistik.
Dalam interaksi yang kompleks ini, pendekatan prilaku memperkenalkan apa yang disebut dengan cognitive process (proses kognitif) yakni proses mental dimana orang mendapatkan, mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuannya untuk memberi arti dan makna terhadap ruang yang digunakannya. Ruang yang terbentuk menurut kognsi manusia akan sangat dipengaruhi oleh norma, nilai-nilai budaya dan nilai-nilai psikologis manusia. Selanjutnya, kesemuanya itu akan membentuk seting tersendiri dalam wadah hidup manusia.
Pendekatan prilaku berkembang dari disiplin psikologi lingkungan, terutama dipelopori oleh Roger Baker dengan apa yang disebut Ecological Psychology. Prinsip dasar yang diperkenalkan Baker adalah mengenai pentingnya proses-proses psikologis dalam mendimensi hubungan antara manusia dan lingkungan. Dengan mengembangkan behavior setting, baker berhasil menarik perhatian ahli psikologi untuk memperhatikan aspek-aspek sosial akan prilaku sekelompok orang dalam seting tertentu dan melepaskan diri dari kajian-kajian psikologi personal.
Ada tiga tingkatan kajian atau analisis yang dapat dilakukan dalam studi arsitektur lingkungan dan perilaku yaitu tingkat mikro, meso dan makro. Tingkat mikro digunakan apabila kita berhadapan dengan perilaku individu-individu dalam suatu seting tertentu. Tingkatan menengah dipakai jika kitan akan menganalisis perilaku kelompok-kelompok kecil dalam suatu setingan tertentu. Sementara tingkatan makro berkaitan dengan analisis perilaku masyarakat banyak dalam seting luas, antara lain suatu lingkungan perkotaan.
Lingkungan sebagai tempat manusia melakukan aktifitas akan dipersepsikan oleh manusia menurut pemahamannya sendiri,. Persepsi yang muncul tentang sebuah lingkungan selanjutnya akan dipikirkan, dipahami dan dimengerti sebagai sebuah lingkungan yang telah memiliki struktur tersendiri di dalam pikiran manusia. Selanjutnya, lingkungan yang telah distrkturkan tersebut akan dicitrakan melalui representasi mental untuk melakukan action pada lingkungan tersebut.