Yang menarik, dengan piawa penulis mengaitkan perbedaan agama antara Arjuna dan Van Dame dengan kehidupan beragama di Indonesia terkait dengan diperolehnya anugerah World Statsman Award dari Appeal or Conscience Foundation kepada Presiden SBY pada 20 Mei 2013. Anugerah itu diberikan karena SBY dianggap mampu mempromosikan kebebasan beragama dan menjaga toleransi antarumat di Indonesia. Penghargaan ini menulai kontroversi karena tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia. Tidak hanya dari dalam negeri, penghargaan ini juga dipertanyakan oleh Human Right Watch Asia karena SBY pada kenyataannya gagal meredam kekerasan terhadap kaum minoritas penganut Ahmadiyah, kaum Syiah, dan 50 gereja yang ditutup paksa pada 2012.
Dalam menanggapi hal ini, pemikiran penulis yang diwakili oleh tokoh Prof Van Dame memberikan pendapatnya sebagai berikut :
"Di Indonesia keyakinan yang bersifat individual - dan harusnya memang begitu sebab keyakinan tentang keselamatan adalah keputusan individual - diperkosa oleh lambang-lambang statistik dari golongan mayoritas. Ini masalah serius HAM" (hlm 199)
Selain hal di atas masih banyak hal-hal yang menarik dalam novel yang sebagian besar berisi ceramah dan diskusi tentang filsafat ini. Walau mungkin novel ini berpotensi menimbulkan kebosanan saat membacanya namun bagi pembaca yang tekun dan sabar untuk menyelesaikan novel ini hingga lembar terakhir maka niscaya akan menemukan nilai-nilai falsafah kehidupan, kesusasteraan, humor-humor satir, dan celotehan2 'nakal'dari Arjuna yang kadang terkesan vulgar yang membuat kita terseyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Akhir kata, bagi mereka yang ingin mengetahui filsafat secara umum novel ini bisa menjadi sebuah pengantar atau pintu masuk yang tepat untuk mempelajari filsafat lebih dalam lagi. Sedangkan bagi mereka yang telah menggeluti filsafat secara mendalam novel ini akan mereview apa yang telah dipelajarinya sekaligus memberi pengalaman baru dalam membaca filsafat yang dikemas menjadi sebuah novel. Filsafat dalam fiksi!