Cancel Culture atau budaya pengenyahan muncul sebagai respons masyarakat terhadap situasi genosida antara Israel dan Palestina yang mencuat kembali pada akhir tahun 2023. Gerakan ini melibatkan penyebaran informasi tentang konflik Israel-Palestina dan ajakan boikot melalui media sosial. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan paradigma konstruktivisme untuk memahami konstruksi makna dan motif cancel culture menurut pelaku boikot, dengan studi pada guru SMA Tunas Unggul di Kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cancel culture dimaknai sebagai upaya menunjukkan ketidaksetujuan terhadap isu dengan menghentikan dukungan kepada pihak yang dianggap merugikan. Motif pelaku boikot terbagi menjadi dua: motif karena, didorong oleh alasan agama dan rasa kemanusiaan, dan motif tujuan, seperti menghentikan dukungan finansial terhadap Israel untuk mengakhiri genosida dan sebagai protes agar institusi global lebih tegas menindaklanjuti serangan genosida terhadap Palestina.
Kata Kunci: Budaya Pengenyahan, Boikot, Fenomenologi, Israel, Konstruksi Makna, Motif, Palestina