Seiring perkembangan masa, paradigma yang menjadi dasar operasionalisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pun disoal. Kehidupan yang serba kuantitatif menghajatkan pola yang bersitat konkret tentang bagaimana pola interaksi itu harusnya ailaksanakan pada perilaku konkret. Permasalahan yang berhubungan dengan ideologi menjadi perbincangan akademis yang terus bergulir. ldeologi sebagai perekat bangsa, dipertanyakan aktualitas dan aktualisasinya. Ideologi dipertanyakan relevansinya pada era globalisasi sekarang ini. The End of ldeology, tulis Daniel Bell, ideologi telah berakhir, seiring dengan mengglobalnya kehidupan penduduk bumi.
Bagi kita, bangsa Indonesia, ideologi Pancasila masih tetap relevan. Masih harus hidup dan terus dihidupkan serta diimplementasikan sesuai dengan perkembangan masa. Makna inilah yang terkandung pada frasa: Pancasila sebagai ideologi terbuka. Namun keterbukaan ideologi Pancasila, yang menjadi dasar dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus aplikatif. Tidak berada di awang-awang. Tidak berada di alam maya yang serba positif dan baik tetapi susah diimplementasikan. Aplikasi itu diwujudkan dalam perilaku nyata, yang tentunya sesuai dengan kepribadian bangsa. Ada Bhinneka Tunggal Ika di sana. Ada multikultural yang justru jika dikelola secara tepat menjadi aset bangsa yang sangat penting.
Bagaimana mengelola, apa dasar pengelolaan dan seperti apa penjabarannya, itu terangkum dalam Pendidikan Kewarganegaraan, Untuk mengaktualisasikan Pancasila yang abstrak itu, menjadi tidak terpisahkan dengan Pendidikan Kewarganegaraan dan bahkan menjadi satu kesatuan. Harus dilakukan bersama-sama,
Buku ini mengakomodasikan dasar Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, yang didedikasikan sebagai bagian dari pendidikan moralitas untuk peserta didik, khususnya di jenjang Pendidikan Tinggi.