Dalam Risalah Islam tidak ada konsep pendirian kerajaan Islam ataupun kekhalifahan, namun pendirian sistem sosial-politik baru yang didasarkan atas persaudaraan, interaksi, dan empati yang menjauhkan hegemoni manusia satu atas lainnya dan otoriterianisme penguasa. Islam tidak menolak kerajaan, kekhalifahan, keamiran, dan sistem demokrasi. Ini semua hanyalah bentuk formal untuk menata urusan umat. Umat bisa memilih bentuk pemerintahan yang mereka sukai. Yang penting adalah umat yang merdeka, tegaknya nilai-nilai mulia, berkeadilan, guyub, dan bersatu dalam prinsip dan tujuan seperti yang digariskan Alquran.
Pemikiran politik Islam dalam buku ini berbeda dengan buku-buku lainnya. Sumber utamanya adalah Sirah Nabawiyyah terkait strategi, fatsoen politik, dan praktik kehidupan Nabi Saw. dalam membangun umat yang ideal berpijak pada Alquran. Penulis mengkaji Piagam Madinah (Sah?fah al-Mad?nah) yang penulis menyebutnya sebagai Dust?r Ummah al-Mad?nah contoh ideal qan?n dalam membangun ummah yang ideal. Buku ini menjelaskan bahwa Nabi Saw. tidak mendirikan negara di Madinah, akan tetapi membangun umat di mana dalam umat ini dibumikan nilai-nilai Qurani. Nabi membangkitkan nurani kemanusiaan (dam?r ins?n?) di mana manusia satu bisa memanusiakan manusia yang lain. Politik ala Nabi Saw. sejatinya adalah upaya menata masyarakat, melandasi masyarakat dengan akhlak mulia, mempersatukan mereka dengan sikap persaudaraan dan kasih sayang. Politik bukan dalih dan pamrih meraih kekuasaan atau menjadi pejabat bergelimang harta.