Dewasa ini seluruh negara, tanpa kecuali Indonesia, sedang menghadapi tantangan baru terorisme yang memanfaatkan teknologi informasi berbasis jaringan internet. Kelompok teroris dalam banyak hal sangat menikmati dan dan diuntungkan dengan hadirnya produk teknologi berbasis jaringan internet untuk kepentingan media propaganda, rekrutmen, pelatihan, pendidikan dan pembinaan jaringan mereka. Hadirnya revolusi teknologi dan informasi berbasis jaringan internet semakin membantu kelompok teroris dalam peningkatan jaringan dan propaganda paham yang mereka usung. Fenomena penggunaan internet oleh kelompok merupakan suatu pola, modus dan strategi baru yang menggejala secara global dari generasi pasca Al-Qaeda. Kekuatan teroris tidak lagi dari jaringan perorangan tetapi network melalui media yang terhubung secara global.
Tidak bisa dipungkiri dunia maya yang sebenarnya harus menjadi sumber informasi dan pengetahuan terasa sesak dengan pesan dan konten negatif bernuansa kekerasan. Tidak hanya itu, aktivitas terorisme di dunia maya telah mengubah pola radikalisasi yang tertutup menjadi terbuka.
Model penanggulangan terorisme Indonesia yang mengedepankan pada upaya pencegahan daripada penindakan sangat relevan dalam mengatasi radikalisme baru tersebut. Radikalisasi di dunia maya tidak akan tuntas dengan sekedar melakukan penindakan. Dibutuhkan suatu upaya sistematis untuk mengubah dunia maya yang saat ini disesaki dengan konten radikal menjadi tidak radikal serta melawan pengaruh konten radikal di jagat antarjaringan alias internet itu gar tidak mempengaruhi para pembaca dan penggunanya. Diperlukan rekayasa sosial dan budaya untuk menjalin kerjasama dan sinergi dengan semua pihak, khususnya generasi muda, untuk melakukan pencegahan melalui kontranarasi, kontraideologi, dan kontraideologi dan kontrapropaganda terorisme di dunia maya. Di sinilah pentingnya "Deradikalisasi Dunia Maya" yang melibatkan seluruh komponen bangsa untuk membanjiri jadat maya itu dengan pesan dan konten bernuansa perdamaian.