Kesenjangan informasi dapat ditempatkan sebagai salah satu indikator
kemiskinan. “Kesenjangan info” menunjukkan ketidakmampuan mengakses dan
menggunakan informasi yang akan berdampak pada kesejahteraan seseorang. Banyak
pengalaman di Negara-negara berkembang menunjukkan, bahwa akses informasi sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, dimana tujuannya antara lain agar dapat mengetahui harga
jual produk, baik itu sektor pertanian, perikanan maupun usaha lainnya. Dengan
mengetahui informasi harga jual dimungkinkan masyarakat setempat mendapatkan
penghasilan yang lebih tinggi. Karena mempunyai nilai jual tinggi, maka dengan
sendirinya penghasilan masyarakat meningkat.
Sebagai contoh adalah potensi SDA yang ada di Kabupaten Seruyan dimana
sektor kelautan dan perikanan diharapkan dapat dikembangkan untung mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat. Akan tetapi, Pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya kelautan dan perikanan masih belum optimal, hal ini disebabkan oleh
berbagai keterbatasan antara lain lemahnya kelembagaan, masih rendahnya sumber daya
manusia dan kurangnya petugas lapangan yang dapat memberikan informasi mengenai
teknik usaha perikanan. Berdasarkan kenyataaan tersebut, telecenter diharapkan menjadi
sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan informasi yang terjadi di
kabupaten Seruyan. Namun, menurut Jaringan Telecenter Indonesia hampir setiap
telecenter di Indonesia memiliki masalah yang sama, yaitu bagaimana telecenter tersebut
dapat terus beroperasi dan mencapai kemandirian. Berdasarkan pengalaman tersebut,
maka penelitian ini akan bertujuan untuk menentukan model bisnis telecenter dengan
menggambarkan pendapatan serta pengeluarannya.
Model bisnis akan dibuat dengan melihat kondisi wilayah dan masyarakat
nelayan di kabupaten Seruyan sehingga dapat ditentukan customer value, revenue
sources, profit site, dan scope. Price ditentukan dengan melihat dan mempertimbangkan
tarif layanan sejenis yang sudah ada. Implementation dan connected activities ditentukan
berdasarkan customer value dan revenue sources. Sustainability ditentukan dengan kajian
kelayakan, dan capabilities dilihat dari nilai cash out flow.
Model bisnis yang dibuat memiliki sepuluh komponen, diantaranya customer
value, revenue sources, profit site, scope, price, implementation, connected activities, cost
structure, sustainability, dan capabilities. Adapun pelanggan yang menjadi sasaran
telecenter adalah masyarakat(khususnya nelayan), organisasi, dan industri/UKM. Dengan
melihat karakteristik dari pelanggan maka customer value akan difokuskan pada empat
hal, yaitu location, product feature, service, dan low price. Revenue sorces meliputi
layanan-layanan yang ditawarkan oleh telecenter. Berdasarkan penelitian dengan melihat
permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan, maka diperoleh 17 layanan dengan tarif
yang disesuaikan berdasarkan tarif layanan sejenis yang sudah ada. Profit site
menyatakan tekanan kompetisi yang dihadapi oleh telecenter. Scope menyatakan segmen
pasar dan jumlah demand atas masing-masing layanan. Connected activities menyatakan
aktivitas yang perlu dilakukan oleh telecenter pada fae perkenalan. Implementation akan
membahas pada struktur organisasi dari karyawan telecenter. Cost structure menyatakan
besarnya CAPEX dan OPEX. Berdasarkan kajian kelayakan yang telah dilakukan
diperoleh bahwa NPV sebesar Rp 1.568.435, IRR >20%, dan PBP <4 tahun sehingga
model bisnis ini layak untuk dilaksanakan.
Dari hasil penelitian diperoleh sepuluh komponen model bisnis yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Kemudian, pada skenario bisnisnya menunjukan bahwa
pendapatan dan pengeluaran telecenter terus mengalami kenaikan, dimana selama 4 tahun
pengoperasianya pendapatan lebih besar dari pengeluaran.
Telecenter, model bisnis, nelayan