Ketika Bill Gates atau Steve Jobs dinobatkan sebagai salah satu
orang paling kaya di dunia, banyak yang terheran-heran. Umumnya
orang hanya melihat di saat Bill Gates dan Steve Jobs ketika mereka
berhasil meraih kesuksesan. Sebagian orang tidak tahu, kunci utama
kedua orang ini dalam meraih kesuksesan dan mampu menjadi orang
terkaya di dunia. Tak ayal, masih ada yang menganggap lumrah dengan
keberhasilan Bill Gates dan Steve Jobs yang bersinar di bidang
technopreneurship. Alasannya, kedua orang ini memang sangat ahli di
bidang teknologi informasi.
Jika memang keberhasilan dan kesuksesan seseorang lebih banyak
ditentukan, mengapa banyak pula tenaga bidang IT yang tidak
sukses? Jawaban terbesarnya adalah ada dan tidaknya kemauan untuk
mengubah diri. Hal ini pula yang merupakan salah satu kunci keberhasilan
dalam bidang entrepreneurship. Keinginan untuk maju harus
lebih besar dari apa pun dan tidak surut sedikit pun meski tantangan
dan hambatannya sangat besar.
Setelah banyak orang yang muncul membawa kesuksesan
dengan menjadi entrepreneur (di bidang apa pun), barulah semua mata
terbelalak. Ternyata siapa pun dapat menjadi jutawan atau bertahan
hidup, tanpa harus selalu menjadi anak buah. Siapa pun berhak menjadi
bos untuk dirinya maupun orang lain. Disinilah, entrepreneurship
mulai digaungkan berbagai pihak sebagai alternatif lain dalam menuju
sukses. Jika orang yang bekerja di perusahaan butuh waktu bertahuntahun
untuk menduduki level sebagai manajer apalagi direktur, seorang
entrepreneur dapat menggapainya hanya dalam waktu yang singkat.
Dengan syarat, ia mau bekerja keras, bekerja cerdas, konsisten dan
mempunyai komitmen kuat.
Meski entrepreneurship sudah hadir sejak dulu, namun belum banyak
yang menyadari efeknya terhadap tingkat perekonomian dan kesuksesan
seseorang. Meski tingkat kesuksesan seseorang tidak selalu
diukur dari materi, namun ini menjadi salah satu indikatornya. Ada
keuntungan lain dari entrepreneurship yang akan didapat seseorang
dengan terjun di dalamnya, yaitu soft skill dan ketahanan mental dalam
menghadapi suatu masalah. Tak hanya itu, entrepreneurship ternyata
turut mendukung percepatan ekonomi pada suatu negara. Sejumlah
penelitian menyebutkan, jika jumlah pengusaha atau entrepreneur
Prolog
dalam sebuah negara sudah mencapai 2 persen dari total jumlah penduduknya,
maka tingkat perekonomiannya akan terbantu dan meningkat.
Untuk itu, Indonesia yang memiliki penduduk cukup banyak, sangat
cocok jika mengembangkan entrepreneurship sebagai salah satu
cara meningkatkan percepatan ekonominya. Terlebih, Indonesia memiliki
segudang potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi media
bisnis dalam entrepreneurship. Tak hanya bidang ekonomi, manufaktur
dan hal-hal yang bersifat produk, Indonesia memiliki potensi besar
pengembangan entrepreneurship dalam bidang jasa yang didukung
bidang pariwisata, seni budaya, industri kreatif dan lain-lain.
Potensi ekonomi dari entrepreneurship memang besar, jika sudah
berjalan optimal. Yang sangat sulit adalah menggalakkannya sehingga
banyak dilirik masyarakat. Selain itu, perlu adanya perubahan paradigma
di mata semua orang, mencari uang dan meraih sukses tak harus
selalu jadi pekerja. Inilah yang sulit. Apalagi, masih banyak orang
berpandangan bahwa menjadi pekerja lebih cepat dan mudah. Padahal,
saat ini lapangan pekerjaan di Indonesia sudah tak lagi sebanding
dengan jumlah para pencari kerja. Perlu adanya orang-orang dengan
kemampuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan (entrepreneur).
Untuk itu, pemerintah sebagai motor dalam penggerak ekonomi
bangsa, sudah melakukan berbagai hal agar entrepreneurship dapat
diterima semua pihak. Salah satunya memasukkan entrepreneurship
ke dalam kurikulum pendidikan tingkat dasar, menengah maupun tinggi.
Meski begitu, usaha pemerintah ini perlu mendapat dukungan dari berbagai
pihak, seperti swasta dan para pengusaha yang sudah ada saat
ini. Tak heran, kini mulai banyak pihak yang mendukung pengembangan
program entrepreneurship. Misalnya, program wirausaha mandiri
yang digagas bank mandiri, berbagai seminar dan talkshow bertema
entrepreneurship, serta bantuan pelatihan dan permodalan dari berbagai
lembaga. Bahkan, pemerintah pun sudah memasukkan program
entrepreneurship dalam sebuah kementerian, yaitu Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah (KUKM).
Hal-hal penting ini pula yang kemudian menginspirasi untuk membahas
entrepreneurship pada buku ini. terlebih, pembahasan entrepreneurship
merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus diikuti
semua mahasiswa di lembaga yang menaungi penulis. Penulis pun
aktif sebagai salah satu dosen pengajar entrepreneurship di institusi.
Alasan terkait pemilihan entrepreneurship sebagai tema utama dalam
buku ini sebagai tambahan referensi terkait entrepreneurship bagi mahasiswa
di mana pun. Saat ini sudah tak terhitung jumlah buku panduan
maupun buku ajar yang membahas entrepreneurship yang sudah
diterbitkan baik oleh lembaga internal kampus maupun yang dijual
bebas di pasaran. Namun, ada keinginan dari penulis untuk mencoba
menggenapi referensi buku entrepreneurship dengan mengambil sudut
pandang yang berbeda.
Jika selama ini banyak buku yang beredar terlalu teknis atau terlalu
memotivasi dan menggurui. Sementara penulis ingin memberikan dua
sisi pada buku ini, baik secara teknis tapi tidak terlalu kaku, juga mampu
memberikan dorongan semangat bagi siapa pun yang membacanya
tanpa terasa menggurui. Pasalnya, di dalam buku ini, lebih banyak menyertakan
sejumlah pengalaman dari para entrepreneur yang memulai
usahanya dari bawah hingga meraih sukses. Selain itu, berbagai tips
dalam memulai entrepreneurship bagi pemula dapat ditemui pada buku
ini. Semoga kehadiran buku ini dapat mengisi kekosongan selama ini
terkait entrepreneurship.