Naskah buku ini berasal dari tesis Stanislaus Yangi di Jurusan Seni Lukis, Institut Seni Indonesia,Yogyakarta pada 2014. Stanislaus membahas sketsa secara filosofis berdasarkan pandangan Deleuze mengenai estetika haptik. Estetika haptik adalah estetika fenomenologis, artinya garis-garis sketsa yang tampak artistik sesungguhnya lahir dari hubungan yang tak terduga antara respons tubuh penyeket dengan obyek sketsa yang dihadapi. Garis tidak dibuat berdasarkan pengetahuan yang bersifat apriori atau hafalan mengenai bentuk obyek yang ingin dihadirkan. Garis dalam sketsa adalah gores, dan kontur yang mewujudkan obyek bukanlah sekadar garis batas yang menegaskan bahwa obyek hadir secara jelas dan ilustratif. Kontur itu mblabar, bergeser-geser mengikuti respons tubuh penyeket untuk menghadirkan ekspresi (bukan ilustrasi) dan sensasi (bukan sensasional).
Perkembangan seni lukis modern di Indonesia juga bisa dilihat dari sudut pandang demikian. Meminjam istilah Stanislaus di buku ini, ada ‘kekembalian’ sketsa pada perkembangan seni lukis itu. Irisan yang ada pada keduanya adalah ‘diagram’, frasa orisinal yang digunakan Deleuze —acuan utama dalam penulisan buku ini. Banyak contoh sketsa dibicarakan di buku ini, seperti karya Sudjojono, Emiria Soenassa, Hendra Gunawan, Affandi, Widayat, Fadjar Sidik, Zaini, Batara Lubis, Syahwil, Henk Ngantung, Barli, Kaboel Suadi, Sudjana Kerton, Ipe Maaruf, Teja Suminar, Lim Keng, dan lain-lain.