Berbicara tentang seorang Sukarno rasanya tidak akan pernah selesai. Terlalu banyak sisi menarik dalam dirinya untuk diulas dan dibahas, baik itu pro-kontra tentang dirinya, tentang pandangan-pandangannya yang terkadang unik, maupun tentang perjalanan hidupnya. Aku dipuja seperti dewa dan dicaci seperti bandit, begitulah ujarnya.
Buku ini hadir untuk turut mengenang kehidupan seorang Sukarno. Mengusung judul yang terkesan hiperbolis, tulisan ini lebih ditujukan untuk melihat Indonesia dan keindonesiaan dari sudut pandang seorang Sukarno. Tentu tanpa bermaksud mengesampingkan para pahlawan lain yang jasa-jasanya memiliki andil besar kepada Indonesia.
“Revolusi Belum Selesai” masih menjadi jargon utama dalam era Demokrasi Terpimpin ala Soekarno. Dalam kacamata Sukarno, kekuatan imperialisme masih sangat kuat, sementara revolusi Indonesia pasca kemerdekaan belum benar-benar selesai. Sukarno meluncurkan jargon Nasakom yang merupakan akronim dari nasional, agama, dan komunis. Dengan adanya jargon ini, Sukarno berharap bisa menjadikan berbagai ideologi yang ada di sekitarnya dalam satu wadah. Ini tentu tidak terlepas dari gambaran “Revolusi Belum Selesai” ala Bung Karno.
Nasakom menjadi bola liar karena kondisi internal ketiga ideologi yang hendak disatukan itu. Kelompok nasionalis dan agama cukup keberatan atas adanya komunis dalam jargon tersebut. Lalu apa langkah yang diambil Soekarno untuk mengatasi persoalan tersebut? Atau justru ia hanya bergeming? Buku Bung Karno: Revolusi Belum Selesai. Benarkah Soekarno Bertanggung Jawab atas Bola Liar Nasakom? akan mengupas tuntas pembahasan di atas.