BISINDO dan SIBI: Dua Bahasa Isyarat yang Menghubungkan Indonesia

30 October 2025 Oleh mzakyrakhmat Dilihat 204 kali

  

Gambar contoh perbedaan Bahasa isyarat BISINDO dan SIBI 

Bahasa adalah sarana utama untuk berinteraksi dan memahami satu sama lain. Namun, bagi teman Tuli, komunikasi tidak terjadi lewat suara, melainkan melalui gerakan tangan, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh yang memiliki makna tersendiri. Bahasa isyarat menjadi jembatan yang menghubungkan dunia Tuli dengan masyarakat luas. Di Indonesia sendiri, dikenal dua sistem bahasa isyarat yang digunakan, yaitu BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) dan SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). Keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mempermudah komunikasi bagi penyandang disabilitas rungu, meskipun berkembang dari latar belakang yang berbeda.

BISINDO: Bahasa Alami Komunitas Tuli

BISINDO lahir dari interaksi alami di tengah komunitas Tuli Indonesia. Bahasa ini berkembang secara organik tanpa lembaga resmi yang menetapkannya. Setiap daerah bahkan memiliki variasinya sendiri, seperti BISINDO Jakarta, Bandung, atau Yogyakarta. Berbeda dengan bahasa lisan, BISINDO tidak mengikuti tata bahasa Indonesia, melainkan berpola visual dan kontekstual. Kalimat disusun sesuai makna dan situasi, bukan urutan kata.

BISINDO tidak sekadar alat komunikasi, tetapi juga bagian penting dari identitas budaya komunitas Tuli. Bahasa ini mencerminkan cara berpikir dan cara pandang yang khas dari pengalaman mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, dukungan terhadap BISINDO semakin kuat, terlihat dari meningkatnya kehadiran juru bahasa isyarat di acara resmi, siaran televisi, dan kegiatan sosial. Upaya ini mencerminkan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap hak komunikasi yang setara bagi semua warga negara.

SIBI: Bahasa Isyarat dalam Dunia Pendidikan

Berbeda dengan BISINDO, SIBI disusun secara resmi oleh pemerintah pada awal 1990an melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan utamanya adalah mendukung proses pembelajaran di Sekolah Luar Biasa (SLB) bagi siswa Tuli. Dalam SIBI, setiap kata dalam Bahasa Indonesia memiliki padanan gerakan tersendiri, sehingga sistem ini mengikuti struktur tata bahasa Indonesia dengan ketat.

SIBI dinilai membantu siswa Tuli memahami Bahasa Indonesia secara tertulis, terutama dalam kemampuan membaca dan menulis. Dengan kata lain, SIBI menjadi sarana pendidikan yang penting dalam memperkenalkan bahasa nasional kepada peserta didik Tuli. Meski begitu, dalam percakapan sehari-hari, SIBI sering dianggap kurang alami karena gerakannya lebih kaku dan harus sesuai urutan kata. Namun kontribusinya di dunia pendidikan tetap signifikan, terutama dalam membangun literasi dan kemampuan akademik.

Dua Sistem, Satu Tujuan

BISINDO dan SIBI sering dipandang berbeda, namun keduanya memiliki peran penting yang saling melengkapi. BISINDO mewakili komunikasi alami dan identitas sosial komunitas Tuli, sementara SIBI berperan besar dalam pendidikan formal dan pengajaran Bahasa Indonesia. Keduanya sama-sama mencerminkan semangat inklusivitas dan hak untuk berkomunikasi tanpa hambatan.

Dengan memahami kedua sistem bahasa isyarat ini, masyarakat dapat belajar untuk lebih menghargai keberagaman cara berkomunikasi. Komunikasi sejati tidak hanya tentang berbicara, melainkan tentang memahami dan membuka ruang bagi semua bentuk ekspresi manusia.

Referensi

-    The Jakarta Post. Deaf community’s demands go unheard. Diakses pada 28 Oktober 2025, dari https://www.thejakartapost.com/news/2014/02/23/deaf-community-s-demands-go-unheard.html

-    Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo). Tentang Kami. Diakses pada 28 Oktober 2025, dari https://www.pusbisindo.org/en/tentang-kami

 

Penulis: Muhammad Thoriq Aftalah 

Informasi Lainnya